KONTEKS.CO.ID – Setidaknya akan ada 15 menteri yang berencana mundur dari kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selain Menteri Keuangan Sri Mulyani, dikabarkan juga kalau Menteri PUPR Basuki Hadimuljono akan mundur.
Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri menyampaikan, salah satu alasan mereka akan mundur karena kerusakan yang dilakukan Presiden Jokowi sudah luar biasa dan terkait dengan Gibran Rakabuming Raka.
Dalam keterangan pada CNBC Indonesia, Faisal Basri menduga telah terjadi perlawanan di dalam kabinet Jokowi saat ini. Terutama yang berkaitan dengan Gibran Rakabuming Raka.
“Itu sudah terjadi perlawanan di dalam, karena sudah luar biasa kerusakan yang dilakukan Pak Jokowi ini,” kata Faisal Basri.
Faisal Basri menyampaikan kalau dia sempat berbincang dengan sejumlah petinggi partai. Dari obrolan itu kemudian keluar informasi kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani yang paling siap mundur. Selain itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga akan mundur.
“Saya ngobrol-ngobrol dengan petinggi-petinggi partai, nah muncul, katanya yang paling siap Ibu Sri Mulyani. Pak Basuki juga,” kata Faisal Basri.
Kabar akan mundurnya sejumlah menteri ini kata Faisal Basri karena ada kaitan dengan Gibran Rakabuming Raka. Namun terkait apa, dia tidak menjelaskan.
Katanya, ada juga seorang gubernur di Jawa yang melakukan penolakan untuk tidak ikut cawe-cawe terkait dengan Gibran.
“Dalam kaitannya dengan Gibran ini ya, karena bion akal sehat begitu. Ada satu lagi yang pejabat juga, tapi nggak mau cawe-cawe. Pejabat, gubernur di Jawa, yang juga orang dekat Pak Jokowi selama ini, saya ingin yang tupoksi saya saja kerjanya, nggak yang di luar tupoksi,” kata Faisal Basri mengulang perkataan pejabat tersebut.
Menteri Teknokrat Lebih Siap Mundur
Menurut Faisal Basri, menteri-menteri yang tergolong teknokrat jauh lebih siap untuk mundur dibanding menteri dari partai politik.
“Pertama yang saya tekankan adalah para menteri yang tergolong teknokrat, soalnya kalau dari partai agak susah ya,” katanya.
Faisal Basri menyampaikan harusnya lima menteri dari PDI Perjuangan segera mundur. Juga dua menteri dari PKB yang saat ini partai mereka sudah berbeda pandangan.
“Sebenarnya ada 5 dari PDI Perjungan yang bersebrangan ya mundur gitu kan. Kemudian ada dua dari PKB mundur juga dong, sudah beda pandangan. Kemudian satu dari Nasdem,” katanya.
Dijelaskan Faisal Basri kalau beberapa menteri yang tergolong teknokrat memang sudah siap mundur. Apagi Kementerian ESDM yang banyak diintervensi. Bahkan sudah tak memiliki daya, karena terlalu banyak intervensi yang terjadi.
“Kemudin beberapa menteri lain yang tergolong teknokrat itu misalnya Kementerian ESDM, itu banya diintervensi itu. Menterinya tidak punya daya lagi karena telalu banyak intervensi dalam kaitannya kebijakan-kebijakan,” kata Faisal Basri.
Menteri teknokrat menurut Faisal Basri, memiliki standar nilai dan etika yang tidak tertulis. Dengan intervensi untuk melanggar aturan yang tidak sedikit, membuat mereka akan memilih untuk mundur. Hal ini juga biasa terjadi di negara-negara besar.
“Teknokrat itu memiliki standar nilai, etika tidak tertulis, kalau diminta oleh atasannya yang akhirnya melanggar aturan, ‘oh dia bilang sorry nggak mau’ kalau mau terus, saya mundur. Itu biasa di mana-mana. Di Israel begitu,” katan Faisal Basri.
“Karena ini nilai, ekonom, non ekonom juga, teknik segala macamnya, ada standar nilai, standar keilmuan. Ini sudah melampui batas. Karena itu mulai ada ketidaknyamanan para menteri itu karena melanggar terus. Kalau sekali masih bisa dimaafkan, tapi terus-menerus,” katanya lagi.
Faisal Basri mengaku telah berbincang dengan beberapa menteri. Diperoleh informasi kalau Presiden Jokowi ingin berkeliling Indonesia pada 2024.
Namun, anggaran untuk itu belum tersedia dalam APBN. Meski begitu, Jokowi tetap ingin hal itu dilaksanakan.
“Saya juga ngobrol dari beberapa para menteri ini, tapi saya harus bilang bukan dengan Ibu Sri Mulyani, bukan Pak Basuki, Tapi dengan yang lain,” katanya.
“Jadi saya samarkan tentu saja. Jadi Pak Jokowi ini ingin keliling Indonesia lebih intens 2024, bagikan apalah gitu ya. Wah itu anggaranya belum ada di APBN, tapi uangnya ada ngggak, ya diusahakan Pak, laksanakan,” katanya lagi.
Menurut Faisal Basri, bila hal tersebut terus dipaksakan tentu saja melanggar aturan. Bahkan sudah tergolong kejahatan.
“Itu kan kalau dilakukan crime, karena setiap sen dari APBN itu harus persetujuan, tidak bisa jumpalitan begitu,” katanya.
“Nah mulai resah, teman-teman ini untuk menyelamatkan Republik ini, orang-orang seperti itu harus mundur. Untuk menentukan jarak yang benar dan yang tidak benar harus jelas,” kata Faisal Basri lagi.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"