KONTEKS.CO.ID – Kenaikan pajak hiburan yang masuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40 persen dan maksimal 75 persen masih menuai protes dari pengusaha.
Salah satu yang memprotes kebijakan ini adalah artis Inul Daratista yang memiliki tempat hiburan karaoke.
Kemudian juga diprotes oleh pengacara kondang Hotman Paris yang memiliki beberapa tempat hiburan di Bali.
Menurut Anggota Komisi XI DPR Hafisz Tohir bahwa pajak yang dikenakan pada jasa hiburan sebenarnya bergantung pada jenis jasa hiburan yang ditawarkan.
Selain itu, pengenaan pajak pada jasa hiburan juga melihat manfaat jasa hiburan tersebut. Ternyata sejumlah anggota DPR melihat sisi lain.
“Kalau nilai mudharatnya tinggi, maka wajib untuk dinaikkan. Jadi kalau dasar pemikiran kami di Komisi XI ya seperti itu,” kata Hafisz di Senayan, Jakarta, Selasa, 16 Januari 2024.
Menurutnya, pemerintah atau negara boleh mengambil pajak hiburan tinggi. Karena ada pertimbangan akibat yang ditimbulkan oleh tempat hiburan yang memiliki risiko yang tinggi.
“Maka untuk CSR-nya pun harus tinggi. Maka itu diambil (diputuskan) pajak tinggi,” ujar Hafisz lagi.
Ditambahkan Hafisz, di tengah masih besarnya tekanan ekonomi yang terjadi, kenaikan pajak hiburan memang akan membebani pengusaha.
Karena itu, Komisi XI nantinya akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak untuk menyampaikan asumsi terhadap pengenaan pajak sebesar 40-70 persen tersebut.
“Kami akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak di Komisi XI untuk menyampaikan asumsi mereka kenapa ini menjadi ribut yang tadinya tidak ada keributan ya,” katanya.
“Sebetulnya (pengaturan pajak) itu domainnya pemerintah tetapi jika ini meresahkan masyarakat, maka DPR berhak untuk mempertanyakan kepada pemerintah,” ujar Hafisz lagi.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"