KONTEKS.CO.ID – Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman menyinggung pihak yang kerap menggunakan politik gimik dengan mengedepankan narasi gemoy dan santuy.
Saat berpidato dalam acara Kick Off Kampanye Nasional PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Sohibul Iman menegaskan bahwa partainya selalu mengedepankan politik gagasan. Berbeda dengan pihak lain yang mengedepankan politik gimik ini.
Gimik gemoy memang kerap digunakan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. Bahkan tidak sedikit baliho yang mengedepankan narasi ini. Sementara kata santuy selalu dilambungkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang ketuanya adalah Kaesang Pangarep.
Situasi seperti ini kata Sohibul Iman tentu tidak boleh dibiarkan. Maka PKS harus memelopori adanya politik gagasan ini, untuk mengatasi kondisi yang tidak diharapkan.
“Apalagi hari-hari ini saya sangat prihatin, untuk memenangkan demokrasi, persaingan demokrasi ini sekarang lebih banyak gimiknya. Sekarang ada istilah gemoy, santuy, seakan-akan yang bisa memimpin negeri ini adalah mereka yang gemoy atau santuy. Ini tentu sesuatu yang tidak sehat,” kata Sohibul Iman pada Minggu, 26 November 2023.
Disampaikan juga bahwa saat ini rakyat menyaksikan bahwa demokrasi di Indonesia justru mengalami kemunduran atau paling tidak stagnan. Hal ini telah banyak sekali tanda-tandanya. Tapi yang paling mencolok adalah hadirnya pemimpin negeri ini yang di dalam diri pemimpin tersebut terjadi inkompatibilitas antara kemampuannya, kapasitasnya untuk memenangkan pemilu, persaingan, dengan kemampuannya untuk mengelola pemerintahan.
“Harusnya seorang pemimpin pada era demokrasi ini harusnya menggabungkan dua kapasitas. Orang yang mampu memenangkan pertarungan itu adalah orang yang juga memiliki kapasitas mengelola pemerintahan yang baik,” katanya.
Karena itu, kondisi saat Ini tentu sesuatu yang sangat mengkhawatirkan. Padahal demokrasi yang rakyat inginkan bukanlah demokrasi yang menghasilkan kepemimpinan seperti ini.
“Saat seperti ini, ide dari PKS untuk memunculkan demokrasi dengan gagasan atau politik gagasan menemukan momentum urgensinya yang sangat tepat,” katanya.
Sohibul Iman menegaskan, bahwa dalam kampanye-kampanye, mereka yang ingin menjadi pemimpin, harus menunjukkan gagasan-gagasan orisinilnya tentang bagaimana nanti mengelola pemerintahan yang dia menangkan.
“Tidak seperti sekarang, orang lebih fokus bagaimana memenangkan pertarungannya. Tetap gagasannya tidak terlihat. Ini kalau dibiarkan terus maka demokrasi kita tidak mustahil akan mati,” katanya.
Menurutnya, sekarang ini demokrasi mati bukan karena kudeta militer yang sangat sedikit terjadi sekarang. Tapi justru demokrasi mati disebabkan karena adanya pemimpin-pemimpin yang sebelum memimpin tidak diketahui apa gagasan-gagasannya tentang demokrasi.
“Kita kira dia mengerti tentang demokrasi, begitu menang ternyata tidak memahami apa itu sejatinya demokrasi. Dan karena itu, dia kemudian merusak tatanan institusi demokrasi. Demokrasi akan mati,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"