KONTEKS.CO.ID – Tokoh PKI Nyoto hilang secara misterius pasca persitiwa G30S PKI.
Suatu ketika, sekelompok istri anggota Lekra — organisasi kebudayaan yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), tengah memainkan permainan jelangkung untuk meminta nomor kode buntut.
Kesempatan bermain jelangkung itu lalu mereka manfaatkan untuk mencari informasi tentang misteri hilangnya Nyoto, tokoh nomor tiga di PKI.
Jane Luyke, istri mendiang anggota Lekra Oey Hay Joon, ikut hadir di antara mereka yang bermain jelangkung tersebut.
Dalam wawancara dengan CNN Indonesia pada 30 September 2015, Jane menceritakan bahwa permainan jelangkung digelar di sebuah rumah di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur. Awalnya, boneka jelangkung kemasukan roh yang mengaku orang Belanda bernama Meneer De Vrees.
Tak lama kemudian, teman Jane yang turut memegangi jelangkung itu iseng bertanya, “Saya punya kawan yang hilang, bisa tolong dicarikan? Namanya Nyoto.”
Nyoto adalah Wakil Ketua Komite Sentral PKI, orang kuat ketiga di Partai Komunis itu. Nyoto isendiri memang hilang sejak 6 Oktober 1965 usai mengikuti sidang Kabinet Dwikora yang di Istana Bogor.
Mendapat pertanyaan itu, tak lama boneka jelangkung tersebut kembali bergerak dan menuliskan nama dan tanda tangan Nyoto di kertas yang tersedia.
Tokoh PKI Nyoto yang Bernama Iramani
Teman-teman Jane tak percaya begitu saja. Mereka kembalibertanya kepada jelangkung nama alias Nyoto atau nama pena yang kerap dipakai saat membuat karya sastra.
“Jelangkung itu menulis nama Iramani,” ujar Jane. Para istri anggota Lekra ini terkejut, sebab nama pena Nyoto kala itu memang Iramani.
Mereka pun percaya bahwa petinggi PKI itu telah merasuk ke jelangkung. Lalu teman-teman Jane bertanya lagi, “Bagaimana bung, di mana saat ini?” Jelangkung itu kemudian menulis lagi, “Di dunia lain”.
Jelangkung itu kemudian kembali menulis permintaan para istri anggota Lekra menjaga anak-anak dan istri Nyoto. Teman Jane yang bermain jelangkung sontak keluar dan menangis menemui Jane. Mereka mengadukan apa yang terjadi.
Jane mengaku kala itu ia sendiri antara percaya dan tidak. Namun saat itu keluarga memang sudah tak tahu harus kemana lagi mencari Nyoto. Jane sendiri sesuai amanah suaminya kerap memberikan bantuan untuk keluarga Nyoto.
Tulisan hasil permainan jelangkung kemudian diserahkan pada suami salah seorang teman Jane yang juga aktif di Lekra. Saat itu sang suami belum tertangkap, sebab ia masuk ke dalam gelombang kedua penangkapan mereka yang dituding terkait dengan PKI.
Pencetus Soekarnoisme yang Pecah dengan Bung Karno
Nyoto yang diaku-aku oleh boneka Jelangkung itu sendiri adalah tiga serangkai pimpinan PKI bersama Aidit dan Lukman. Bertiga, mereka bahu-membahu mengangkat dan membesarkan PKI sejak era tahun 50-an.
Ia menduduki jabatan penting nomor tiga di partai itu. Tetapi menjelang tumbangnya PKI santer beredar kabar bahwa hubungan Aidit dan Nyoto retak. Aidit menganggap Nyoto sudah kelewat dekat dengan Soekarno.
Edisi khusus majalah Tempo berjudul “Njoto: Peniup Saksofon di Tengah Prahara” menulis, menjelang akhir kekuasaannya, hubungan Soekarno dan Nyoto memang terbilang rapat dan unik.
Bung Karno adalah pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) yang pamornya sedang redup. Sementara PKI saat itu sedang berjaya dan Nyoto adalah tokoh PKI yang paling mencorong.
Sama seperti Soekarno, Nyoto juga menguasai beberapa bahasa asing dan puluhan bahasa daerah.
Bung Karno sendiri pernah menjuluki Nyoto sebagai marhaen sejati, merujuk pada ideologi kerakyatan ala Soekarno. Sebaliknya, Nyoto adalah orang pertama yang menelurkan istilah Soekarnoisme.
Aidit menyangka Soekarno telah ‘memakai’ Nyoto untuk menggembosi PKI. Setidaknya, Aidit menganggap Nyoto berkhianat karena membuat istilah baru dalam wacana ideologi. Sebab, ideologi PKI jelas Marxisme.
Rapat Terakhir Nyoto
Hampir seminggu setelah tragedi G30S PKI, terjadi tepatnya 6 Oktober 1965, Soekarno memanggil semua menteri Kabinet Dwikora dan menggelar rapat mendadak di Istana Bogor. Sekitar 40 menteri hadir ketika itu, hampir semuanya berpakaian seragam putih-putih.
Kala itu pengamanan mereka amat ketat. Sebagian datang dengan kawalan panser. Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani tampak hadir. Sementara Menteri Koordinator Hankam Jenderal Abdul Haris Nasution tidak terlihat hadir.
Aidit yang menjabat Menko juga tidak nampak batang hidungnya di antara peserta rapat. Sedangkan Panglima Kostrad Mayor Jenderal Soeharto nampak ikut hadir.
Setiap orang tampak was-was dan curiga satu sama lain. Soekarno lalu membuka sidang. Pada kesempatan pertama dia meminta menteri negara yang juga wakil Ketua 2 Komite Sentral PKI, Nyoto, untuk berbicara.
“Saudara Nyoto, kamu punya statement apa untuk disampaikan, silahkan,” begitu kata Soekarno.
Nyoto pun mengeluarkan secarik kertas berisi tulisan tangan. Ia mulai berbicara dan manyatakan PKI tidak bertanggung jawab atas peristiwa G30S. “Kejadian itu adalah masalah internal Angkatan Darat,” ucao Nyoto singkat.
Seusai sidang kabinet di Bogor, sekelompok tentara membuntuti Nyoto dan Lukman. Mereka berdua lalu memutuskan untuk berpindah-pindah tempat.
Sebagai tokoh PKI, Nyoto cukup berani ketika itu. Ini mungkin karena dia merasa PKI tidak bersalah. Hingga kini, pelarian maupun hilangnya Nyoto masih menyisakan misteri.
Beberapa Versi Hilangnya Nyoto
Sri Windarti, adik perempuan Nyoto, pernah mendapat cerita dari sopir pribadi kakaknya. Saat mengantar Nyoto ke kantor, keduanya merasa ada pihak yang mengikuti.
Sementara Irina Dayasi, anak kelima Nyoto, membenarkan bahwa ada banyak versi cerita penangkapan ayahnya.
Versi pertama, ayahnya ditangkap dalam perjalanan pulang dari sidang kabinet di Bogor pada 6 Oktober 1965. Namun Irina menganggap versi ini tidak logis karena sejumlah orang mengatakan masih bertemu Nyoto hingga Desember 1965.
Versi kedua, Nyoto ditahan setelah menemui Subandrio. Sementara versi ketiga, Nyoto tertangkap dalam perjalanan dari kantor Kementerian Negara. Irina memerkirakan ayahnya menghilang sekitar Desember 1965.
Seorang pensiunan Polisi Militer bernama Sugeng mengatakan pernah melihat Nyoto di ruang tahanan markas Polisi Militer Guntur, Jakarta Selatan. Saat itu Sugeng piket jaga pada suatu malam. Tapi esoknya Nyoto sudah tidak ada lagi di tahanan.
Sementara menurut Iramani, adik perempuan terkecil Nyoto, ada cerita nyata Nyoto ditembak di daerah Tanjung Priok. Dia juga menyebutkan versi lain ada pihak yang membawa Nyoto dari Rumah Tahanan Militer Budi Utomo ke daerah Bekasi, Jawa Barat. Nyoto tewas di sana pada 13 Desember 1965.
Dari sejumlah sumber di militer, ada juga informasi bahwa Nyoto memang sempat menjalani penahanan selama dua hari di Rumah Tahanan Militer Budi Utomo.
Menurut sejarawan Boni Triana, ada kelompok yang mengambil Nyoto dari Rumah Tahanan Militer. Mereka lalu menghabisi tokoh PKI itu di suatu tempat di Jakarta dan membuang mayatnya ke kali Ciliwung.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"