KONTEKS.CO.ID – Bakal calon presiden PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menyampaikan bahwa pemimpin harus memberikan optimisme tentang kondisi hari ini dan apa yang mesti kita lakukan.
Hal ini disampaikan Ganjar saat memberikan kuliah kebangsaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) pada Senin, 18 September 2023.
“Saya mau bercerita saja, pemimpin harus memberika optimisme. Data dan fakta boleh disajikan, dan pemimpin bukan malaikat yang bisa menyelesaikan dengan seluruh kesempurnaan. Tidak ada itu,” kata Ganjar.
Ganjar kemudian menyampaikan bahwa kondisi hari ini Indonesia tidak terlalu buruk. Track record sudah jelas, meski tetap ada masalah tentang korupsi.
Menurut Ganjar, ASEAN yang akan menjadi pusat global value chain, tapi apakah organisasi ini dapat memberikan nilai tambah kepada kawasan, masih dibutuhkan dorongan yang lebih kuat.
“Maka apa yang bisa kita lakukan untuk saling berkontribusi. Bahwa G20 kita mendapatkan peran yang penting, ASEAN kita mendapatkan peran yang cukup penting, artinya road map kita dalam konteks politik global tidak terlalu buruk. Bagus dan on the track,” kata Ganjar.
Karena itu, kita sudah harus menetapkan apakah mimpi kita untuk mewujudkan Indonesia Emas akan diwujudkan pada 2045 atau 2050. Karena itu, Ganjar berharap mendapatkan masukan dalam kuliah kebangsaan ini.
“Mimpi kita mau di 2045 atau 2050. Saya berharap betul diskusi ini akan menjadi produktif dan saya akan sangat suka sekali ketika kemudian ada satu konseptulisasi yang bagus yang kelak kemudian hari kalau diizinkan akan saya minta,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, dirinya terus melakukan pertemuan dengan berbagai pihak untuk berbincang dan mendengarkan untuk membangun sebuah konsep percepatan.
“Kalau kita mimpi dari ekonomi no 17 dunia melompat pada 4, sebuah cita-cita seperti kita lari maraton. Kita yakin atau tidak untuk mencapai itu dan bagaimana cara mencapainya,” ujar Ganjar lagi.
Ganjar kemudian menyampaikan bahwa bangsa ini juga mendapatkan bonus demografi. Sebanyak 44 persen berada pada kelas menengah dan 68 persen tenaga produktif. Dan masalah saat ini adalah ekonomi dan lapangan pekerjaan.
“Produktif itu belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan loh yaa. Ada yang bertanya, nanti lapangan pekerjaan oke nggak,” kata Ganjar.
Meski begitu, negara yang memanfaatkan bonus demografinya dengan benar, telah merasakan keuntungannya. Ini adalah pengalaman Korea Selatan, Jepang dan Tiongkok.
“Kita, jawa sudah mengalami itu, sudah. Yang lain belum. Maka bagimana kita memenej ini. Bonus demografi betul-betul meminta kita memeras otak,” kata Ganjar.
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"