KONTEKS.CO.ID – Tim Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung terus mengumpulkan bukti untuk menetapkan tersangka kasus impor garam. Puluhan saksi dan sejumlah tempat telah dilakukan penggeledahan.
Teranyar, penyidik Pidana Khusus Kejagung telah memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, untuk mendalami kuota impor garam.
Dihimpun dari berbagai sumber, berikut ini deretan pejabat dan mantan pejabat negara yang diperiksa penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi impor garam.
- Deputi Bidang Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI inisial MM
- Direktur Industri Kimia pada Kementerian Perindustrian RI inisial FJ
- Direktur Eksporr Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan RI inisial M
- Mantan Koordinator dan Pelaksana Pengganti Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I Tahun 2017 berinisial MM
- Kepala Pusat Data Sistem Informasi Kementerian Perdagangan RI berinisial AS.
- Mantan Koordinator Pelaksana Pengganti Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I Tahun 2018 berinisial OA
- Mantan Koordinator Pelaksana Pengganti Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan I Tahun 2016 berinisial NE.
Diketahui, hasil pemeriksaan penyidik Kejagung ditemukan fakta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diduga mengabaikan rekomendasi yang diberikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait kuota impor garam. Meskipun temuan tersebut dibantah Kemenperin.
Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian KKP, Susi Pudjiastuti mengeluarkan kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton. Di mana salah satu pertimbangan dalam pemberian dan pembatasan impor tersebut adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.
“Namun ternyata rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian RI, yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton. Hal itu berdampak terjadi kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok,” ujar Ketut.
Ketut menjelaskan, pada tahun 2018 terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai Rp 2,05 triliun tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
“Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan kerugian perekenomian negara,” terang Ketut.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"