KONTEKS.CO.ID – Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen (Purn) Susno Duadji, berharap Tragedi Kanjuruhan dapat diungkap dengan terang sesuai dengan fakta yang ada. Kematian orang dalam jumlah besar tentu harus dipertanggungjawabkan agar hukum dapat ditegakkan. Tapi tidak hanya sanksi administrasi saja.
“Sanksi administri kita harus acungi jempol kepada Pak Kapolri. Lebih awal telah memberikan sanksi berupa pencopotan Kapolres Malang dan 9 komandan Brimob,” kata Susno Duadji dalam akun Youtubenya, Kamis, 6 Oktober 2022.
Tapi tidak cukup satu sanksi administrasi saja. Melalui komisi kode etik, dan seperti kasus pada Ferdy Sambo, apakah penyebab kematian akibat ketidakprofesionalan petugas, apakah ada di level bawah, menengah, sampai level tinggi level kapolda.
“Siapa pengendali personel-personel ini. Bisa dilihat siapa yang tidak profesional, tidak boleh langsung dituduh, supaya ada keadilan, supaya nasib orang-orang yang dicopot itu jelas, Jangan sampai karena ada yang meninggal harus dicopot, harus diadili, lewat komisi kode etik,” katanya.
Karena itu, harus dapat dilihat kembali, apakah penembakan gas air mata ke arah tribun itu benar dan sesuai prosedur. Ini harus dilihat juga dari situasi yang terjadi di lapangan. Hal ini perlu dikaji kembali oleh pakar-pakar kepolisian. Gas air mata memang kerap digunakan untuk pengamanan unjuk rasa. Dimana ada ruang yang cukup luas, agar orang yang ditembak dengan gas air mata dapat berlari dan menghindar.
“Unjuk rasa berhadapan, setelah ditembak gas air mata bisa lari dan menjauh. Tapi dalam stadion ini, stadionnya kan tertutup. Pintu mungkin belum terbuka semua, atau masih terkunci. Siapa yang memberi perintah tembak ini, apa untuk tribun atau hanya untuk orang di lapangan. Sudah tepat diberikan karena ada kerusuhan, atau itu belum kerusuhan karena Aremania hanya ingin memberi semangat kepada pemain, tetapi petugasnya yang panik. Ini harus dijawab dengan pemeriksaan dan sidang pengadilan kode etik, sehingga tidak terjadi isu liar,” katanya.
Bila personel ini bersalah, dan menyebabkan kematian banyak orang dan memenuhi unsur pidana, maka harus disidangkan secara pidana dan terbuka. Karena salah, atau lalai yang mengakibatkan hilangnya jiwa orang lain. Tapi lebih dulu sidang kode etik, bila tidak bersalah harus dikembalikan dalam tugasnya. Jangan sampai membunuh karier seseorang.
“Tidak berlaku hanya kepada Polrli saja, karena penyidik Polri harus menyidik peristiwa ini. Panitia harus disidik, apakah melanggar dalam penjualan tiket, sehingga stadion melebih kepasitas yang menyebabkan orang meninggal, dan apakah lalai, tentu ada pasal pidananya. Panitia pelaksana apa sudah memberi tanggung jawab kepada panitia lain, untuk membuka dan menutup serta mengunci pintu stadion. Apa petunjuknya, kapan boleh dibuka dan kapan harus dibuka. Aremania begitu ditembak gas airmata, sehingga berebut keluar, tapi pintu masih terkunci dan kehabisan oksigen dan harus dibuktikan,” katanya.
Bila kenyataannya pintu masih dikunci, tentu ini adalah kesalahan panitia. Seharusnya untuk pertandingan besar seperti ini, 15 menit sebelum pertandingan selesai harus sudah dibuka pintu stadion. Agar penonton yang akan pulang lebih awal bisa langsung keluar tanpa menunggu pertandingan selesai.
“Ini harus dipertanggungjawabkan secara hukum, termaksud pengurus PSSI, bila ini proyek pusat, apa regulasinya, apa aturannya, apa koordinasinya, sudah dilakukan apa belum. Jadi saya kira, kerja Polri secara penyidik dan tim Pak Menko Pulhukam cukup berat dan harus kita dukung.
Seluruh rakyat tidak menghendaki kasus ini dilupakan begitu saja. Karena keluarga korban telah diberi santunan dan kemudian bisa dilupakan. Siapa yang salah sesuai kesalahannya harus diberi hukum. Yang tidak bersalah harus dipulihkan.
“Semua rakyat Indonesia tidak menghendaki peristiwa ini berakhir begitu saja karena lupa, misalnya karena keluarga korban telah disantuni dan lupa,” katanya.
Kejadian ini juga harus menjadi evaluasi, untuk memperbaiki cara kerja kepanitiaan, aparat keamanan, agar tidak terjadi hal seperti ini.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"