KONTEKS.CO.ID – Polda Metro Jaya melibatkan sejumlah stakeholder dalam penanganan kasus kekerasan yang dilakukan Mario Dandy Prasetiyo terhadap korban David Ozora alias David.
Sejak melakukan pendampingan penyidikan kasus ini, Polda Metro Jaya melibatkan KPAI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas PPAP DKI Jakarta, ahli pidana anak dan psikolog anak.
“Hadir di sini Ketua KPAI Ai Maryati, kemudian juga ada Deputi Kemen PPA, Nahar, dan juga ada Kepala Dinas PPAP DKI Tuty Kusumawati dan kami juga didampingi ahli pidana anak dari Kemen PPA Ahmad Sofyan,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, Kamis, 2 Maret 2023.
Dijelaskan Hengki, bahwa kasus ini terjadi pada tanggal 20 Februari 2023. Semula ditangani oleh Polsek Pesanggrahan, dan dilimpahkan ke Polres Jakarta Selatan, dan kemudian diasistensi oleh Polda Metro Jaya.
“Tapi hari ini resmi ditarik ke Polda Metro Jaya. Karena kita menerapkan pola kolaborasi dan kami memiliki penyidik yang menangani kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak,” katanya.
Kata Hengki, pada tiga hari pertama, penyidik sudah menentukan tersangka, dan juga menahan dua tersangka. Kemudian tujuh hari terakhir, dilakukan pendalaman proses penyidikan, kemudian diketahui dalam kasus ini, penyidik menghadapi dua kelompok subjek hukum.
“Pertama adalah, yang pertama orang dewasa yang sudah kita tentutakan tersangkanya ini. Kemudian kita juga menghadapi dua subjek hukum, yaitu anak yang berhadapat dengan hukum.
Anak sebagai korban, kedua anak sebagai saksi. Ini keduanya adalah anak yang berhadapan dengan hukum,” katanya.
Karena itu kata Hengki, penyidik perlu hati-hati dan perlu rigid dalam penangan kasus ini. Karena itu, Polda Metro Jaya mengundang mitra untuk menjamin bahwa pemenuhan terhadap hak-hak anak tetap terjaga. Meski begitu, proses penyidikan tetap dilakukan pola scientific crime investigation.
“Oleh karenanya, kami telah memeriksa 10 orang saksi. Kami juga melibatkan saksi ahli. Ahli pidana, digital forensik, ahli dari psikologi. Memeriksa psikologi forensik dan juga psikologi klinis terhadap anak, untuk menjamin hak-hak anak,” katanya.
Pada awalnya penyidik menerapkan dalam kontruksi Pasal 76c junto Pasal 80 UU PPA junto 351, penganiayaan biasa. Tapi setelah melibatkan digital forensik, ditemukan fakta-fakta baru.
kami perlu jelaskan, penyidikan kami bersifat kesinambungan, setelah kami lanjutkan pemeriksaan, kami libatkan digital forensik, kami menemukan fakta-fakta baru. Mulai dari bukti chat WhatsApp, video yang ada pada telepon genggam pelaku dan rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian.
“Kami komitmen semua yang salah harus dihukum, meskipun anak dan itu diatur di peradilan anak. Pada kesempatan gelar pagi siang ini, kami menambak konstruksi pasal baru terhadap tersangka-tersangka ini,” kata Hengki.
“Dan kemudian yang kedua, ada perubahan status dari AG yang awalnya adalah anak yang berhadapan dengan hukum, berubah menjadi atau meningkat statusnya menjadi anak yang berkonflik dengan hukum. Atau dalam kata lain, berubah menjadi pelaku atau anak, jadi terhadap anak di bawah umur ini tidak boleh dibilang tersangka ya,” kata Hengki lagi.
Ditegaskan Hengki, awal pelaku AG ini memang tidak berkaitan dengan kasus ini. Tapi berdasarkan fakta yang diperoleh penyidik, kemudian keterangan saksi, akhirnya dilakukan konstruksi pasal baru.
“Setelah disesuaikan dengan CCTV, chat wa, tergambar semua peranannya. Sehingga ada peningkatan status dari anak yang berhadapan hukum, jadi anak yang konflik dengan hukum atau pelaku,” katanya.
“Perubahan pasal tersangka MDS, pasalnya adalah 355 KUHP ayat 1 sub 354 ayat 1 KUHP subisider 353 ayat 2 KUHP subsider 351 ayat 2 KUHP dan atau Pasal 76c juncto 80 UU PPA dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara,” katanya.
“Terhadap TSK S, yaitu 355 ayat 1 juncto 56 KUHP subider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP subsider 353 ayat 2 juncto 56 KUHP subsider 351 ayat 2 juncto 56 KUHP dan atau 76c juncto 80 UU PPA,” katanya lagi.
“Terhadap anak AG, ini anak yang konflik dengan hukum itu pasalnya 76c juncto Pasal 80 UU PPA dan atau 355 ayat 1 juncto 56, subsider 354 ayat 1 juncto 56, subsider 353 ayat 2 jo 56, sub 351 ayat 2 juncto 56 KUHP,” ujar Hengki lagi.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"