KONTEKS.CO.ID – Momentum arus mudik lebaran merupakan tradisi rutin masyarakat Indonesia yang istimewa. Jutaan perantau rela menempuh perjalanan panjang, menembus kemacetan, dan menguras waktu pulang ke kampung halaman.
Bukan sekadar tradisi pulang ke rumah, tapi merupakan perjalanan penuh makna yang mengikat erat tali persaudaraan dan kasih sayang terhadap keluarga.
Menurut pengamat manajemen publik, Imam Rozikin, tidak jarang fenomena ini mengandung risiko yang cukup fatal.
Adanya jalan rusak yang diakibatkan kondisi alam seperti yang terjadi di Tol Bocimi, kepadatan ruas jalan yang terjadi di jalan arah pelabuhan Merak, hingga kecelakaan maut di KM 58 Tol Cikampek yang menjadi fenomena yang mengiringi tradisi mudik Idul Fitri.
“Selain itu, potensi munculnya gangguan keamanan terhadap pemudik juga menjadi sorotan. Kasus jambret, perampokan, atau kejahatan jalanan lain menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat,” ujar Imam Rozikin pada Sabtu, 8 April 2024.
Guna mengantisipasi berbagai risiko dan ancaman tersebut, tentu pemerintah telah menyiapkan berbagai mitigasi dan skenario.
Sejauh ini, terlihat cukup banyak langkah-langkah mitigasi dan kesiapan yang dilangsungkan tiap instansi, baik kolaborasi antara pusat maupun daerah, maupun kerjasama operasi seperti operasi keamanan oleh Kepolisian, angkutan mudik gratis oleh Kementerian Perhubungan, perbaikan jalan oleh Pemerintah daerah, dan kesiapan fasilitas penunjang masyarakat lainnya.
Lebih lanjut pegamat dari Yayasan Pendidikan, Penelitian dan Bantuan Hukum (YPPBH) “Bentala Indra Nusantara” tersebut menjelaskan, kesiapan yang dilakukan berbagai instansi dari tahun ke tahun semakin baik.
Namun, penting untuk dicatat bahwa negara perlu melakukan konsolidasi dan koordinasi antar stakeholder. Meminjam analisis Public Sector Governance Risk (ADB, 2008), setidaknya setiap instansi ataupun stakeholder perlu memiliki strategic risk behavior frameworks.
“Kerangka tersebut merupakan cerminan keterkaitan antara isu-isu yang terkait dengan keputusan kebijakan publik dalam lingkungan yang penuh ketidakpastian dan risiko, termasuk momentum mudik lebaran,” katanya.
“Adapun framework tersebut mengandung unsur risk identification, empirical/factual context, public context, dan development of policy options, yang kesemuanya merupakan siklus dalam menjaga prinsip-prinsip pelayanan publik yang baik (good governance) yang bermuara pada pelayanan publik yang optimal,” ujar Imam Rozikin lagi.
Dalam konteks arus mudik kata Imam, penting untuk dilihat apakah pemerintah telah betul-betul menerapkan prinsip manajemen risiko tersebut dan menghasilkan kebijakan publik yang benar-benar tepat sasaran.
Imam juga mengingatkan, risiko yang pemerintah adalah tentang bagaimana konsolidasi dan koordinasi itu dijalankan. Artinya, setiap level instansi tentu menghadapi risiko yang sama pada konteks mudik, namun terkadang muncul tendensi sektoral yang lantas menghambat jalannya proses kebijakan publik.
Hal ini tentu patut disadari dan dikoreksi. Sebab jika tidak, hal itu pada akhirnya dapat merugikan berbagai pihak.
Langkah pemerintah dalam menangani risiko mudik tahunan pada perayaan lebaran, tahun baru dan seterusnya sudah cukup baik. Namun perlu dipastikan, ada potensi kecenderungan penanganan yang dilangsungkan bersifat sektoral dan seremonial baik instansi maupun kewilayahan.
“Sehingga tentunya masing-masing pihak perlu untuk saling menguatkan dan mengingatkan agar tradisi bagus ini dapat berjalan aman, semakin baik dan membahagiakan semua pihak” kata Imam Rozikin.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"