KONTEKS.CO.ID – Presiden Soekarno mengangkat pria bernama lengkap Imam Syafei ini menjadi Menteri Urusan Keamanan di Kabinet 100 Menteri pada 24 Februari 1966. Sebelum jadi menteri, Bang Pi’ie adalah jawara Pasar Senen yang mengendalikan semua bandit di wilayah Jakarta.
Soekarno menganggap pria yang tenar dengan nama Bang Pi’ie ini mampu menghambat demonstrasi mahasiswa angkatan 1966 yang menuntut Soekarno turun. Namun ia tidak lama mengemban jabatan itu.
Sebulan kemudian atau 28 Maret 1966, Bang Pi’ie malah harus merasakan jeruji penjara dengan tuduhan terlibat komunis. Sebuah tuduhan yang tidak masuk akal mengingat Bang Pi’ie pernah ikut menumpas pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948.
Buku sejarah memang tak banyak mencatat sepak terjang pria ini. Sejumlah buku yang beredar menyebutkan bahwa Bang Pi’ie tidak bisa membaca dan menulis. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai ketua komplotan copet Pasar Senen.
Setia pada Soekarno, Tolak Tawaran Soeharto
Cerita miring tentang Bang Pi’ie terbentuk ketika Orde Baru berkuasa. Tujuannya untuk membunuh karakter Bang Pi’ie jawara Pasar Senen ini, termasuk di antaranya tuduhan komunis hanya karena ia dekat dengan Bung Karno.
Oleh sebab itu, buku “Para Jagoan; Dari Ken Arok Sampai Kusni Kasdut” karya Petrik Matanasi menyebutkan, Imam Syafei akhirnya bebas dari penjara karena tidak terbukti komunis.
“Bang Pi’ie tidak paham tentang politik, ia hanya setia pada Soekarno,” sebut Misbah Yusa Biran dalam buku “Kenang-Kenangan Orang Bandel” terbitan Komunitas Bambu.
Namun karena terlanjur dapat cap komunis pasca tragedi G30S PKI cukup sulit menelusuri cerita tentang Bang Pi’ie. Bahkan sejumlah mantan anak buahnya membakar berbagai dokumen tentang dirinya karena takut bermasalah dengan Orde Baru.
Menurut anak Bang Pi’ie, Edi Syafei, ayahnya juga sempat menjalani persidangan di Pengadilan Militer dengan dakwaan indisipliner. Musababnya, sebagai tentara Bang Pi’ie menolak menghadap Soeharto saat itu.
Bahkan kabarnya lagi, ketika Soeharto berkuasa Bang Pi’ie sempat mendapat tawaran untuk kembali ke TNI dengan iming-iming kenaikan pangkat. Bang Pi’ie menolak tegas tawaran itu dan memilih menghabiskan hari tuanya di rumah.
Menurut Edi, pada sekitar tahun 1973 ayahnya dipanggil ke markas Kostrad dan mendapat tawaran dua pilihan. “Salah satunya menjadi duta besar,” tutur Edi kepada Tirto.id.
Bang Pi’ie Jawara Pasar Senen
Imam Syafei atau Bang Pi’ie lahir pada 27 Agustus 1923 di Kampung Bangka, Kebayoran Baru. Ia menjadi yatim pu\iatu saat berusia empat tahun. Ayahnya, Mugeni, meninggal dunia di tangan adik perguruannya bernama Ayub karena berebut untuk menguasai kawasan Senen.
Mugeni kala itu merupakan jawara Pasar Senen yang memiliki ilmu rawa rontek. Saat menghabisi Mugeni, Ayub menebaskan golok ketika Mugeni berada di atas rakit.
Edi menuturkan, sepeninggal mendiang ayahnya, Bang Pi’ie ikut ulama tersohor di Kebon Nanas, Jakarta Timur bernama Habib Qodir Al Hadad. Di tempat itu Bang Pi’ie ia mendapatkan berbagai pelajaran, termasuk ilmu agama dan ilmu bela diri.
“Dia dipersiapkan untuk membalas kematian mendiang kakek saya, Mugeni,” ujar Edi.
Dari situ Syafei ikut bibinya yang berdagang di Pasar Senen. Di sinilah bakat kepemimpinannya muncul. Demi memberi makan kepada ibu dan dua adiknya, Bang Pi’ie mengkoordinir anak seusianya untuk mengumpulkan beras dan sayuran di Pasar Senen.
Tetapi karena dianggap mencuri, Syafei kecil harus merasakan LOG tahanan khusus anak-anak buatan Belanda di Tangerang. Di dalam penjara nama Syafei makin tersohor setelah dalam suatu perkelahian ia menaklukkan ‘penguasa’ penjara anak dari suku Ambon.
Keluar dari penjara, Edi menuturkan ayahnya berguru bela diri hingga ke Kalimantan. “Ayah lalu kembali lagi ke Pasar Senen,” kata Edi.
Di saat ini Bang Pi’ie bertarung dengan Muhayar, preman penguasa Pasar Senen yang berasal dari Cibedug, Bogor. Muhayar adalah murid dari Ayub, lelaki yang membunuh ayah Syafei.
Dalam pertarungan itu, keduanya mengeluarkan jurus andalan masing-masing. Dengan satu tusukan pisau, sebut Jerome Tadie dalam buku “Wilayah Kekerasan di Jakarta”, Bang Pi’ie berhasil membunuh Muhayar. Penguasaan Pasar Senen pun beralih ke tangan Bang Pi’ie.
Jenderal Abdul Haris Nasution dalam buku “Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4 (Masa Pancaroba Kedua)” menulis, saat menguasai Pasar Senen Bang Pi’ie pernah mendirikan organisasi Kumpulan 4 Sen.
Organisasi ini mengumpulkan iuran 4 sen dari para pedagang asongan, penjual sayur, pedagang kali lima, hingga kuli bagi para begundal di Senen. Tujuannya agar para begundal itu tidak menimbulkan keonaran yang menyulitkan pedagang beraktivitas.
Laskar Ganas Era Perang Kemerdekaan
Saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Bang Pi’ie memobilisasi para pedagang kecil, buruh, preman, gelandangan, dan para pencopet di Pasar Senen menjadi laskar pejuang.
Sesaat setelah NICA masuk lagi dengan membonceng tentara Sekutu, Bang Pi’ie mendirikan Organisasi Pejuang Indonesia (OPI) yang isinya para pemuda dan pelajar. Dengan pasukan yang terdiri atas pemuda dan pelajar serta bekas Heiho dan polisi, Bang Pi’ie mengomandoi perlawanan mengusir musuh dari Jakarta.
Ketika tentara Sekutu dan NICA melakukan pembersihan di wilayah Senen pada Oktober 1945, Bang Pi’ie dan pasukannya yang hanya bermodal beberapa pucuk senjata berhasil pemenangkan pertempuran.
Dokumen berjudul “penyerbuan pasukan pemuda pejuang ke Stasiun Senen” menyebutkan, Bang Pi’ie memimpin penyerbuan itu dalam keadaan sakit.
Tentara Sekutu pun balik menyerang pasukan pemuda pejuang pimpinan Bang Pi’ie dalam pertempuran selama dua hari di hampir seluruh wilayah Jakarta.
“Sejak tanggal 11 Oktober terjadi pertempuran-pertempuran sengit dengan pasukan pemuda pejuang. Bang Pi’ie berhasil ditangkap namun meloloskan diri saatberada di dalam mobil tahanan,” tulis dokumen itu.
Pada 22 November 1945 Bang Pi’ie menjadi komandan pertempuran seluruh Jakarta. Markas pasukannya berada di Kampung Rawa, Gang Sentiong, dan Rawa Panjang. Banyak serdadu Belanda yang mati di tangan Bang Pi’ie. Ia pun menjadi pejuang yang paling diperhitungkan oleh tentara Sekjutu dan NICA.
Saat Sutan Sjahrir mengeluarkan instruksi agar pemuda pejuang mengosongkan Jakarta, Bang Pi’ie dan pasukan bergeser ke Karawang. Saat di Karawang Bang Pi’ie berhasil melumpuhkan pemberontak yang dipimpin Gelung. Jagoan Pasar Senen ini berhasil menewaskan Gelung setelah kekebalannya lumpuh oleh air mendidih bercampur kapur barus.
Berkat berbagai prestasinya, Markas besar TNI meresmikan laskar pejuang pimpinan Bang Pi’ie resmi menjadi Pasukan Istimewa Divisi II Sunan Gunung Jati. TNI lembali melebur pasukan istimewa ini menjadi Resimen V Brigade III Kiangsantang Divisi I Batalyon Siliwangi.
Pada 1948 Bang Pi’ie mendapat tugas memimpin operasi penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Bang Pi’ie dan pasukannya terkenal militan dan tak takut mati.
Mengendalikan Preman Eks Kombatan dengan Cobra
Pada awal 1950 Bang Pi’ie menjadi perwira berpangkat kapten. Ia diperbantukan menjadi perwira di Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya (KMKBDR).
Kala itu banyak bekas laskar rakyat yang tak bisa masuk struktur resmi TNI akhirnya memilih kembali ke dunia hitam. Para mantan pejuang yang tak terakomodir menjadi tentara ini kemudian menjadi preman dan menebar teror di ibu kota.
Demi mengendalikan para preman itu, Bang Pi’ie mendirikan organisasi yang kelak terkenal dengan nama Cobra. Organisasi ini, menurut Misbah Yusa Biran dalam buku “Kenang-Kenangan Orang Bandel”, Bang Pi’ie tak hanya mengendalikan para dandit di seputaran Senen, tapi juga menguasai hampir semua dunia hitam di Jakarta.
Di organisasi ini Bang Pi’ie mendidik para preman itu dengan disiplin. jika kedapatan ada anggota yang melakukan kejahatan karena tidak memiliki pekerjaan dan uang, Bang Pi’ie memberikan modal usaha.
Tetapi jika sudah mendapatkan modal namun tetap melakukan kejahatan, maka Bang Pi’ie tidak segan menjatuhkan hukuman berupa cambukan buntut ikan pari yang yang berduri tajam.
Para anggota Cobra menilai hukum ini jauh lebih baik ketimbang mendapay pukulan tangan. Konon para preman ini percaya bahwa mereka tak akan tahan menerima pukulan tangan kiri Bang Pi’ie yang terkenal maut.
Bang Pi’ie Jawara Pasar Senen yang Jadi Menteri
Akhirnya semua bandit di Jakarta tunduk di bawah kekuasaan Bang Pi’ie. Menurut Edi, mendiang ayahnya itu menuturkan bahwa saking segannya para preman kepadanya, hampir semua toko di kawasan Glodok dan Senen memajang foto Bang Pi’ie. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk menghindari gangguan para bandit.
Saking terkenalnya Bang Pi’ie, para preman itu ogah untuk meminta upeti ke toko tersebut. “sampai Glodok semua pasang foto ayah saya,” kata Edi.
Misbah Yusa Biran membenarkan bahwa setiap pelaku kejahatan tunduk kepada Bang Pi’ie. Jika da anggota Cobra bikin onar di toko, maka Bang Pi’ie akan menghukumnya habis-habisan. “Karena toko dan watrung ini membayar iuran keamanan pada Bang Pi’ie,” kata Misbah.
Karier milier Bang Pi’ie berlanjut. Ia lulus Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) pada 1958 dan menyandang pangkat letnan kolonel. Berkat reputasinya sebagai pimpinan laskar pejuang dan pengendali bandit di Jakarta, Soekarno sering memintanya mengawal di setiap perjalanan.
Kabarnya Bang Pi’ie sempat mendapat tawaran sebagai Komandan Tjakrabirawa, namun ia menolak. Tetapi ia tak bisa menolak ketika Bung Karno memintanya menjadi Menteri Keamanan Rakyat 24 Februari-28 Maret 1966.
Bung Karno menunjuk Bang Pi’ie karena menganggap sosok ini punya reputasi dalam mengendalikan bandit. Oleh sebab itu Soekarno yakin Bang Pi’ie mampu menghambat demonstrasi mahasiswa yang menuntut Soekarno turun.
Seiring terpentalnya Soekarno dari kursi presiden, jabatan Bang Pi’ie pun lepas. Ia malah sempat dituduh komunis namun tidak terbukti sehingga bebas meskipun sempat masuk tahanan.
Bang Pi’ie tutup usia pada 9 September 1982. Ia berpulang dalam usia 59 tahun di kediamannya di Jalan Wijaya 9, Jakarta Selatan.
Iring-iringan membawa jenazah Bang Pi’ie mengitari daerah Senen hingga Kemayoran dan menyemayamkannya di Gedung Deewan Harian Nasional Daerah 45 Jakarta.
Dalam upacara pemakaman secara militer di TMP Kalibata, Jenderal AH Nasution yang memberi kata sambutan menyebut bahwa jasa Bang Pi’ie sangat besar selama pertempuran kemerdekaan.
Hingga kini, nisan Bang Pi’ie jawara Pasar Senen di TMP Kalibata tertulis “Letkol Imam Sjafei. Dia terdaftar sebagai Angkatan Darat dengan Nomor Register Pegawai Mabes AD 14157”.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"