KONTEKS.CO.ID – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan melakukan opsi lain untuk menekan polusi udara di Jakarta selain mengguyur air hujan dengan metode teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo mengakui jika cara efektif untuk mengurangi polusi udara dengan mengguyur dengan air hujan.
Namun, kata Budi, jika hal tersebut tidak memungkinkan maka metode TMC dapat menggunakan dengan “mengganggu” stabilitas atmosfer.
caranya, kata Budi, dengan menaburkan bahan semai dalam bentuk dry ice atau es kering di ketinggian tertentu di udara.
Di situ, katanya, terdapat semacam hamparan awan serupa karpet panjang.
Hal itu terjadi karena tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian tersebut atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi.
“Ini yang akan kita ganggu, membuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas,” jelas Budi dalam keterangan, ditulis Selasa 22 Agustus 2023.
Menurutnya, hal itu lantaran tidak adanya perbedaan temperatur di titik ketinggian atau isotherm yang kemudian menimbulkan lapisan inversi.
“Nah, ini yang akan kita ganggu, membuka ibaratnya, sehingga kumpulan-kumpulan polutan yang terkungkung di sekitar wilayah Jakarta bisa terus naik ke atas,” jelas Budi.
Namun metode TMC tanpa hujan tersebut memerlukan persiapan matang.
Masih Perlu Persiapan
Saat ini pihaknya belum siap dan masih perlu mendesain serta membuat konsul untuk menempatkan dry ice di dalam kabin pesawat.
“Dry ice ini yaitu CO2. Jika packaging dan handling di pesawat sembarangan, kru bisa kehabisan oksigen atau hypoksia,” kata dia.
Budi menyebut, ada percobaan alternatif bahan semai lain dan lebih memungkinkan untuk diimplementasikan, yaitu menggunakan kapur tohor.
Bedanya, kalau dry ice mengkondisikan udara agar menjadi lebih dingin, sementara dengan kapur tohor sebaliknya, mengkondisikan udara menjadi lebih panas.
“Tapi prinsipnya sama, mengkondisikan suhu di lapisan isotherm pada ketinggian tertentu untuk mengganggu kestabilan atmosfer,” tandasnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"