KONTEKS.CO.ID – Legenda Danau Toba dimulai oleh seorang petani muda bernama Toba. Pria ini adalah seorang petani pekerja keras, dia menghabiskan banyak waktu di ladang.
Kadang dia juga mau pergi memancing untuk makan atau berjualan di pasar. Kemudian suatu pagi dia lebih suka pergi memancing ke ladang.
Ketika Toba sedang memancing, dia menangkap seekor ikan mas yang berukuran cukup besar, lebih besar dari ikan biasa.
Sesampainya di rumah, Toba sangat terkejut karena ikan yang dibersihkan dan dipotongnya ternyata adalah wanita yang sangat cantik.
Toba diberitahu wanita ini bahwa dia sebenarnya adalah seorang putri dan sekarang dia dikutuk. Setelah menjelaskan kondisinya, sang putri berterima kasih kepada Toba karena telah menyelamatkannya.
Sebagai tanda terima kasih, Putri Toba setuju untuk menjadi istrinya dengan syarat orang lain tidak mengetahui asal usulnya.
Ketika mereka menikah, mereka memiliki seorang putra. Mereka menamai anaknya Samosir. Samosir tumbuh menjadi anak yang sangat aktif dan bisa dibilang sedikit nakal karena mendapay berlimpah kasih sayang.
Samosir tidak pernah mau membantu ayahnya di ladang. Ketika ibunya memintanya untuk mengantarkan belanjaan ke ayahnya, dia sering menolak.
Dia lebih suka tinggal di rumah atau bermain. Selain itu, nafsu makan Samosir sangat tinggi, sehingga Toba harus bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan gizi Samosir.
Porsi makanan keluarga terkadang hanya bisa digunakan untuk mengisi perut karena nafsu makan Samosir yang besar.
Meski begitu, Toba dan istrinya tidak peduli dan terus berusaha agar anaknya selalu merasa bahagia dan puas.
Maka suatu hari, setelah membujuk dan memaksa ibunya, Samosir setuju untuk membawa perbekalan ayahnya ke ladang.
Dengan berat hati dan melawan rasa malas dengan sekuat tenaga, Samosir melangkah ke ladang sambil membawa makanan ayahnya. Namun, dalam perjalanan, dia merasa lapar dan haus.
Samosir membuka makan siang ayahnya dan memakannya. Awalnya, Samosir hanya makan satu gigitan, namun ia masih merasa lapar dan tidak puas. Ia kembali memakan bekal ayahnya hingga tersisa hanya sedikit.
Toba Marah
Di ladang, sang ayah sangat senang melihat putranya mendekatinya dari jauh.
Ketika Samosir memberikan makan siang kepada ayahnya dan membukanya, ekspresi ayahnya menjadi jengkel, “Mengapa tidak ada cukup makanan yang tersisa?” tanya Toba dengan nada agak tinggi.
Sang anak juga menjelaskan bahwa dulu ia merasa lapar di tengah jalan dan sang ayah tidak boleh marah karena masih menyisakan sedikit untuknya.
Toba tidak bisa menahan amarahnya bahkan dengan tegas berkata kepada anaknya: “Dasar anak nakal! Kamu keturunan ikan!”
Perkataan ayah membuat Samosir sangat terkejut dan merasa sakit hati hingga berlari ke dalam rumah sambil menangis.
Ketika sang ibu pulang, ia terkejut melihat anaknya menangis histeris. Samosir juga bercerita tentang apa yang terjadi di lapangan tadi saat bertemu ayahnya.
Setelah mendengar kejadian tersebut, ibunda Samosir kecewa karena suaminya melanggar janjinya untuk tidak menceritakan asal usulnya kepada siapapun.
Keajaiban Muncul
Kemudian sang ibu berdiri sambil memegang tangan Samosir. Dalam hitungan detik mereka pergi. Tiba-tiba, dari tempat Samosir dan ibunya berdiri keajaiban muncul.
Ada aliran air yang begitu deras sehingga langkah keduanya tidak dapat membendungnya. Karena aliran air yang deras, desa tersebut tenggelam dalam waktu yang lama, akibatnya danau itu akhirnya terbentuk.
Danau ini bernama Danau Toba. Pada bagian tengah danau ada pulau kecil bernama Pulau Samosir untuk mengenang bocah ini.
Hal yang dapat kita pelajari adalah, pertama yang bisa kita pelajari dari sudut pandang Samosir adalah kita tidak boleh serakah.
Kita tidak boleh mengambil hak orang lain. Karena tentunya orang lain berhak untuk marah atau sedikit emosi ketika kita mengambil bagian hartanya.
Kedua, lagi-lagi dari sudut pandang Samosir, kita harus selalu taat kepada orang tua dan taat asalkan itu baik. Jangan menolak mereka atau bahkan melawan mereka.
Terakhir, kita dapat belajar dari sudut pandang Toba. Kita harus selalu menepati janji kita meskipun ketika kita sedang marah, kesal atau kecewa, . Latih diri Anda agar tidak mudah terangsang dan tidak menyakiti orang lain dengan perkataan Anda.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"