Lifestyle

Dugderan, Tradisi Sakral Sebelum Ramadhan di Semarang


KONTEKS.CO.ID – Dugderan adalah tradisi unik turun temurun di Semarang dalam menyambut bulan suci  yang masih lestari hingga Ramadhan 2023.

Tradisi asal Semarang ini bukan sekadar perayaan semata, namun lebih dari itu sarat akan makna dan sejarahnya.

  • Sejarah Dugderan

Tradisi dugderan muncul pertama kali tahun 1881 pada masa kepemimpinan Bupati Kyai Raden Mas Tumenggung Purbaningrat atau Bupati Purbaningrat. Latar belakang acara ini karena adanya perbedaan pendapat mengenai penentuan awal puasa.

Kala itu masih zaman kolonial Belanda, yang mana masyarakat Kota Semarang terbagi atas 4 golongan. Golongan tersebut yakni orang jawa asli, pecinan (etnis Tionghoa), pakojan (etnis Arab) dan kampung Melayu (warga perantauan dari luar Jawa).

BACA JUGA:   Susu Kurma Berkhasiat dan Kaya Manfaat untuk Buka Puasa

Oleh sebab itu, pemerintahan Bupati Purbaningrat akhirnya menyamakan persepsi penentuan awal Ramadhan. Ia menentukan awal ramadhan dengan menabuh bedug di Masjid Agung Kauman dan menyalakan meriam di halaman kabupaten.

Baik bedug dan meriam akan berbunyi masing-masing tiga kali, kemudian lanjut dengan pengumuman awal bulan Ramadhan di masjid.

Saat itu, perayaan dugderan berpusat di Masjid Agung Semarang atau Masjid Besar Semarang (kini Masjid Kauman) yang berada di dekat Pasar Johar.

  • Makna dan Tujuan Tradisi

Nama dugderan sendiri berasal dari suara bedug yang berbunyi ‘dug dug dug’ dan suara meriam yakni ‘der der der’. Karena itu bedug dan meriam menjadi simbol dan penanda awal bulan Ramadhan.

Tujuan dari penyelenggaraan tradisi ini yaitu untuk melebur segala perbedaan yang terjadi antarwarga Kota Semarang pada masa itu. Bupati Purbaningrat secara khusus ingin menyamakan persepsi masyarakat dalam menentukan awal bulan Ramadhan.

  • Perayaan Tradisi

Perayaan dugderan biasanya diselenggarakan secara meriah sekaligus sakral dimulai di Balai Kota Semarang.

Walikota Semarang akan memimpin langsung acara tersebut dengan mengenakan busana adat lengkap dari Jawa Tengah.

Pembukaan acara dugderan yaitu upacara dan penampilan para penari. Menyusul atraksi warak ngendog yang menjadi ikon tradisi unik warga Semarang ini.

Mengutip dari situs Perpustakaan dan Informasi Tentang Budaya Lokal Jawa Tengah, warak ngendog merupakan mainan anak-anak yang dulu sangat populer di sana.

BACA JUGA:   Hukuman Bagi Orang yang Sengaja Tidak Puasa Ramadan Menurut Islam

Bentuknya mewakili suku-suku yang ada di Kota Semarang, meliputi Jawa, Tionghoa, dan Arab. Unsur suku Jawa warak ngendog berpostur menyerupai kambing, naga untuk etnis Tionghoa dan bulu warak untuk Arab.

Selanjutnya, semua rombongan pengisi acara beserta para warga mengikuti karnaval dengan berjalan kaki menuju Masjid Tertua, Kauman Semarang.

Gubernur Provinsi Jawa Tengah akan menyambut kedatangan Walikota beserta rombongan karnaval di masjid tersebut.

Selanjutnya, mereka akan menyampaikan pidato serta ucapan selamat menunaikan ibadah puasa dalam bahasa Jawa.***



Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"

Berita Lainnya

Muat lagi Loading...Tidak ada lagi