KONTEKS.CO.ID – Bahaya gempa dan tsunami di Indonesia bukan isapan jempol belaka. Tanggal 12 Desember 1992 atau 30 tahun lalu, sebanyak 2.500 warga NTT meninggal dunia karena bencana alam tersebut.
“Hari ini 30 tahun lalu gempa Magnitudo 7,8 berpusat di Laut Flores memicu tsunami menghancurkan permukiman di Pulau Babi dan pesisir Flores, NTT,” cuit Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, di akun Twitter resminya, @DaryonoBMKG, disitat Senin, 12 Desember 2022.
Foto yang diunggah Daryono memperlihatkan kedahsyatan dampak gempa dan tsunami di Pulau Babi dan pesisir Flores.
Gempa dan tsunami itu menyebabkan 2.500 orang meninggal, 500 orang lebih hilang, 500 orang luka-luka, dan lebih dari 5.000 orang mengungsi, serta merusak lebih dari 18.000 rumah.
Pernyataan Daryono diperkuat cuitan peneliti seismologi historis, Jose R Ribeiro di akun Twitter pribadinya, @JoseRodRibeiro.
Dia mengatakan, gempa Magnitudo 7,8 menciptakan gelombang tsunami setinggi 25 meter. “12 Desember 1992 5:29 UT. Mw7.8 #gempa bumi di Flores Thrust, terjadi di lepas pantai utara Flores, Indonesia, memicu gelombang #tsunami setinggi 25 m. Kerusakan juga di Sumba dan Alor. Korban tewas 2.500; 90.000 tuna wisma,” tulisnya.
Jadi sudah saatnya kita harus sadar bahwa Bumi Nusantara memang memiliki potensi bencana gempa yang besar. Gempa ini tidak bisa diprediksi, tapi kita bisa mengantisipasinya.
Masyarakat Jepang bisa menjadi acuan Indonesia untuk hidup berdampingan dengan bencana gempa bumi. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"