KONTEKS.CO.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidatonya dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, 1 Desember 2023 lalu.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi membahas food estate dan investasi pertanian.
Sayangnya, sejumlah aktivis seeprti Greenpeace, Save Our Borneo, LBH dan Walhi Kalimantan Tengah menilai ucapan dan tindakan Jokowi pada saat konferensi tersebut tidaklah sesuai dengan realitanya.
Mereka menyebut, Jokowi terus menutup mata atas banyaknya proyek lumbung pangan atau food estate yang gagal di Indonesia.
Terlebih, food estate bukanlah solusi. Sebaliknya food estate memperparah krisis dan perubahan iklim.
Salah satu lokasi food estate yang dinilai gagal yakni Gunung Mas.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Belgis Habiba mengatakan, kondisi yang ada saat ini, tak jauh berbeda dengan situasi pada November 2022.
Tidak ada kebun singkong yang dijanjikan, padahal sudah sekitar 760 hektare hutan alam dibabat untuk proyek strategis nasional ini.
“Hutan yang sebenarnya menyediakan sumber kehidupan untuk flora fauna di dalamnya, untuk masyarakat adat dan masyarakat setempat, dan menjadi benteng pertahanan kita untuk menahan laju krisis iklim,” katanya.
Belqis juga menyebut, Presiden Jokowi malah mempromosikan pengembangan biofuel yang merupakan solusi palsu dan tak menunjukkan keseriusan komitmen iklim.
Pengembangan biofuel akan memicu ekspansi perkebunan monokultur yang memperparah kerusakan hutan dan gambut.
Menurutnya, solusi untuk ketahanan pangan sejatinya terletak pada kearifan lokal masyarakat adat lewat pertanian ekologis dan agroforestri tradisional.
Hal itu sudah dipraktikkan masyarakat adat Dayak di Kalimantan selama ribuan tahun.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan food estate akan meningkatkan permintaan produk pertanian dan perkebunan.
Selain menghasilkan bahan pangan, food estate juga dapat menghasilkan bahan bakar nabati, seperti biodiesel dan bieoetanol.
Jokowi juga menyebut, tak ada satu solusi yang dapat diterapkan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan saat ini karena setiap negara memiliki kekuatan yang berbeda.
Contohnya Indonesia dimana memiliki potenai pada lahan yang cukup dan subur.
Selain itu juga didukung sumber daya manusia yang melimpah karena 30 persen penduduk usia produktif Indonesia hidup dari sektor pertanian.
Konektivitas infrastruktur pendukung ekosistem yang memadai juga telah dibangun secara masif, termasuk bendungan, irigasi, jalan, dan embung.
Potensi ini, kata Jokowi, dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran pertanian skala kecil dan juga untuk food estate skala besar yang didukung oleh pendanaan dan transfer teknologi tinggi.
“Food estate besar berpeluang menyuplai kebutuhan global,” katanya.
Jokowi juga meminta dukungan dana dan teknologi untuk pengembangan food estate karena mampu memproduksi biofuel seperti biodiesel.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"