KONTEKS.CO.ID – Sebuah pengakuan mengejutkan disampaikan mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatra Selatan, AKBP Dalizon dalam persidangan kasus dugaan penerimaan fee dalam proyek Dinas PUPR Kabupaten Muba, tahun anggaran 2019 yang menjeratnya.
Di hadapan majelis hakim, Dalizon mengaku harus setiap menyetor uang kepada mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel, Kombes Anton Setiawan dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah.
“Dua bulan pertama saya wajib setor Rp300 juta ke Pak Dir (Anton). Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal 5,” ungkapnya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Sumsel, Rabu (7/9) menukil Tribun Sumsel.
Tak pelak, apa yang disampaikan Dalizon itu langsung mendapatkan respons dari majelis hakim yang diketuai Mangapul Manalu yang langsung bertanya dari mana uang dengan nominal besar tersebut berasal.
“Saya lupa (uangnya dari mana), Yang Mulia, tapi yang jelas ada juga dari hasil pendampingan. Bayarnya juga sering macet, buktinya itu dapat WA (ditagih),” ujarnya.
Dalizon mengungkapkan alasannya ingin membuka kasus secara gamblang lantaran sangat kecewa atas sikap atasan maupun anak buahnya. Di mana, saat itu ada tiga anak buahnya yang ikut diperiksa di Paminal Mabes Polri, yakni tiga kanit di Ditreskrimsus Polda Sumsel bernama Pitoy, Salupen dan Hariyadi, yang memohon kepadanya untuk dilindungi.
“Mereka minta tolong, ‘Komandan, tolong kasihani anak istri kami. Tolonglah komandan, kalau komandan menolong kami, sama saja dengan menolong 100 orang meliputi keluarga kami’,” kata Dalizon
Alasan lainnya Dalizon mengakui semuanya lantaran mengetahui jika atasannya yakni Kombes Anton Setiawan menjelek-jelekkannya di belakang.
“Anggota juga mengkhianati saya, mereka tidak memenuhi janji untuk mengganti uang yang saya gunakan untuk menutupi yang mereka terima,” ucapnya.
Hakim lantas menyinggung apakah Dalizon masih sayang pada bawahannya. “Tidak lagi, Pak Hakim,” jawabnya.
Sementara, terkait soal aliran dana sebesar Rp10 miliar yang diduga bersumber dari Dinas PUPR Muba, Dalizon sama sekali tidak menampiknya.
Kata dia, uang tersebut diberikan melalui Bram Rizal, salah seorang Kabid Dinas PUPR Muba yang mengaku sebagai sepupu Bupati.
“Sebanyak Rp2,5 miliar dari hasil kejahatan ini untuk saya. Terus Rp4,25 miliar untuk Dir (Dirkrimsus Polda Sumsel), sisanya saya berikan kepada tiga kanit. Terus ada Rp500 juta fee untuk Hadi Candra,” terangnya.
Usai persidangan, AKBP Dalizon enggan berkomentar banyak atas kasus yang kini menjeratnya. Namun, dia mengaku sangat lega telah mengungkapkan keterangan secara langsung di hadapan hakim.
“Iya, saya lega,” ucapnya.
Sementara itu, mantan Dirkrimsus Polda Sumsel Kombes Anton Setiawan yang tak kunjung hadir dalam persidangan.
Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa penuntut umum di ruang sidang pada 10 Agustus, Anton membantah keterangan AKBP Dalizon terkait penerimaan uang fee kepada dirinya.
Dalam persidangan sebelumnya, Dalizon selalu menyebut bahwa Anton telah menerima uang darinya. Anton juga mengaku tak mengetahui kasus dugaan korupsi Dinas PUPR Muba yang dalam tahap penyelidikannya dihentikan terdakwa.
“Tidak ada perintah dari saya menghentikan proses penyidikan termasuk pengamanan proyek Dinas PUPR. Saya juga tidak pernah menerima uang, benda atau hadiah apapun terkait proses penghentian perkara di Kabupaten Muba,” ujar JPU membacakan BAP dari Anton.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) Mangapul Manalu menyebutkan, AKBP Dalizon saat menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Polda Sumsel memaksa mantan Kepala Dinas PUPR Muba, Herman Mayori, membayar fee 5 persen agar proses penyidikan proyek Dinas PUPR Muba dihentikan.
Tidak hanya itu, Dalizon juga meminta uang Rp5 miliar sebagai pengamanan seluruh proyek di Dinas PUPR Muba.
“Terdakwa Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR Muba tahun anggaran 2019. Jika uang tidak diberikan maka terdakwa mengancam kasusnya akan naik ke dalam tahap penyidikan,” kata Mangapul saat membacakan dakwaan.
Permintaan uang itu lalu dipenuhi oleh Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori karena dia takut atas ancaman tersebut.
Kemudian, seorang bernama Adi Chandra menghubungi terdakwa Dalizon untuk mengantarkan uang sebesar Rp10 miliar yang dimasukkan ke dalam dua kardus.
Atas perbuatannya, terdakwa Dalizon diancam dengan pasal alternatif kumulatif, yakni sebagai aparat penegak hukum diduga telah melakukan tindak pidana gratifikasi dan pemerasan, yakni melanggar Pasal 12e atau 12b UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi, atau Pasal 5 ayat (2) Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI nomor 31 tahun 2001 tentang korupsi.
Sebagai informasi, kasus suap di Dinas PUPR Muba ini juga menjerat mantan Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin, mantan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin (Muba) Herman Mayori serta Kepala Bidang (Kabid) Sumber Daya Air Dinas PUPR Muba Eddy.
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"