KONTEKS.CO.ID – Siapa yang tak kenal dengan Ditje Budiarsih di era 1970-an hingga 1980-an. Model cantik asal Bandung ini menjadi pemenang kontes Ratu Kebaya dan Ratu Kacamata pada 1977.
Konon, paras Ditje Budiarsih kala itu menjadi simbol kecantikan, kenikmatan, hingga kekuasaan. Kecantikannya bahkan kerap disandingkan dengan Ken Dedes.
Ditje merupakan anak keturunan bangsawan. Kakeknya, Demang Wirahadi Kusumah pernah menjadi patih di Jakarta yang dulu bernama Batavia. Buyutnya pernah menjadi Bupati di Sukapura, Tasikmalaya.
Pada masanya, Ditje Budiarsih dan suaminya Budi Mulyono memiliki harta yang cukup melimpah dengan dua mobil dan rumah mewah. Bahkan, Ditje sudah menenteng tas Gucci dan memakai lipstik Yves Saint Laurent.
Namun kehidupan model yang dulu tenar dengan sebutan peragawati itu berakhir tragis di usia 36 tahun. Dia ditemukan tewas di dalam mobilnya di pinggir Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan, pada 8 September 1986 sekitar pukul 22.00 WIB.
Ada lima luka tembakan senjata api yang tersebar di belakang telinga, dada, pundak, ketiak, dan punggung. Seluruhnya di bagian kanan.
Bahkan saat jasadnya sudah terbujur kaku, mobil Honda Accord putih bernomor polisi B 1911 ZW miliknya masih dalam keadaan menyala di kawasan yang kini menjadi kompleks perumahan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kalibata itu.
Polisi Langsung Melakukan Penyelidikan
Polisi langsung merespons dugaan pembunuhan terhadap Ditje Budiarsih. Mabes Polri memberi perintah Laboratorium Forensik menyelidiki sejumlah barang bukti dari TKP berupa selongsong peluru, rambut, dan sidik jari terduga pelaku.
Kapolri yang menjabat kala itu Letnan Jenderal Mochammad Sanusi menegaskan, siapapun yang terlibat pembunuhan terhadap Ditje Budiarsih akan berhadapan dengan meja hijau.
Penyelidikan kasus kematian Ditje akhirnya mendapat penanganan dari Polres Jakarta Selatan.
Namun, penyelidikan polisi hingga dua bulan sejak model cantik itu tewas terbunuh tak menuai hasil. Pelaku pembunuhan tak kunjung terungkap.
Musababnya, polisi saat itu hanya mengandalkan keterangan saksi dari kawan-kawan profesi modelnya, pedagang, hingga keluarga terdekatnya.
Pak De Jadi Tersangka Utama
Setelah tiga bulan, pelaku pembunuhan Ditje masih menjadi misteri hingga membuat pertanyaan besar masyarakat. Mendadak, pihak Polda Metro Jaya yang masih di bawah kepemimpinan Mayor Jenderal Poedy Sjamsoedin mengumumkan terduga pelaku pembunuhan Ditje.
Terduga pelaku yang langsung menjadi tersangka itu adalah Muhammad Siradjudin alias Pak De berusia 59 tahun. Terungkap pula, Pak De merupakan mantan anggota ABRI dengan pangkat Letnan Satu.
Pak De pernah bertugas di Depo Batalyon Divisi Untung Suropati, Malang, pada tahun 1946. Ia beralih profesi menjadi dukun setelah usahanya sebagai pedagang bangkrut.
Pak De pun jadi tersangka utama. Modusnya, Pak De yang juga guru spiritual Ditje itu pernah berjanji akan melipatgandakan uang Rp10 juta milik Dietje Budimulyono menjadi ratusan juta rupiah.
Namun lantaran tidak dapat memenuhi janjinya, Pak De lebih memilih menghabisi nyawa Ditje.
Tak Tahan Siksaan
Setelah melalui proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim akhirnya menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap Pak De.
Dalam persidangan, Pak De selalu membantah keterlibatannya dalam kasus pembunuhan Ditje. Katanya, saat pembunuhan terjadi dia sedang berada di Jalan Haji Husen, Susukan, Pasar Rebo.
Lokasinya dengan tempat kejadian perkara pun sangat jauh hingga tak mungkin dapat menjangkaunya dalam waktu satu jam dengan macetnya lalu lintas Jakarta saat itu.
Menurut Pak De, dia terpaksa mengaku lantaran tak kuat menahan siksaan polisi.
Namun, alibi dan saksi-saksi yang meringankan tak menjadi pertimbangan. Majelis hakim pimpinan Reni Retnowati tetap mengangkat palu dan mengetok hukuman penjara seumur hidup untuk Pak De.
Setelah menjalani hukuman, pemerintah akhirnya memberikan kebebasan kepada Pak De di masa pemerintahan Presiden ke-3 Bj Habibie.
Beragam Selingkuhan
Dalam wawancara dengan Koran Tempo edisi 27 Februari 2002, Pak De akhirnya buka suara. Dia ingin namanya bersih dari tuduhan pembunuhan yang membuat geger itu.
Pak De lantas mengungkapkan, kelumpuhan sang suami Budi Mulyono membuat Ditje kerap ‘berburu’. Dia menjalin hubungan dengan beberapa pria untuk memenuhi kehidupan seksualnya.
Tak tanggung-tanggung, Pak De menyebut Ditje punya hubungan terlarang dengan beberapa orang berpangkat dan berduit sekaligus.
Kabar kala itu menyebutkan, salah satunya pensiunan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Suwoto Sukendar.
Tak hanya itu, ada pula nama pengusaha Indra Rukmana yang juga suami Siti Hardiyanti alias Mbak Tutut anak dari Presiden ke-2 Soeharto.
Kemudian ada nama Sudwikatmono, pengusaha besar yang juga masih bagian dari keluarga Soeharto.
Berdasarkan kabar, Ditje menjadi korban amuk istri dari salah satu kekasihnya. Dia jadi korban pembunuhan oleh orang bayaran selingkuhannya.
Namun, Pak De tidak pernah secara eksplisit menyebut nama salah seorang dari kekasih Ditje itu menjadi pelaku pembunuhan.
Ajukan PK dan Gagal
Setelah bebas, Pak De mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terkait tuduhan kasus yang melibatkan namanya.
Melalui pengacaranya Andar Situmorang, Pak De mengajukan bukti baru atau novum. Salah satunya adalah pernyataan dari ahli forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr Mun’im Idris, yang melakukan autopsi jenazah Ditje.
Tembakan ke tubuh Ditje berasal dari dua jenis peluru yakni kaliber 22 SNW ukuran 6 mm dan kaliber 38 SNW ukuran 9 mm.
Melansir majalah Gamma edisi 10 Januari 2001, Mun’im meyakini terbunuhnya Ditje dengan lima lubang luka tembak bukan dilakukan oleh satu orang.
Namun dalam sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pimpinan Hakim Bachtiar, Jaksa Penuntut Umum Agnes Triani menepis argumentasi pengacara Pak De dalam memori PK.
Menurut JPU, tak ada novum dalam memori PK Pak De. Menurut JPU, keterangan Mun’im merupakan dugaan atau tafsiran dari seorang dokter forensik yang seharusnya hanya berwenang menerangkan sebab-sebab kematian korban.
Sejak Orde Baru hingga saat ini, kasus pembunuhan Ditje tetap menjadi misteri.
Konon polisi di era kekuasaan Presiden ke-2 Soeharto sengaja tak mengungkap pembunuhan sadis ini. Musababnya, ada dugaan keterlibatan mantan petinggi militer dan keluarga elite penguasa.
Namun, dugaan itu langsung mendapat bantahan. Majalah Tempo edisi 13 Desember 1989 menulis, Kapolda Metro Jaya menegaskan Pak De tidak pernah menjadi kambing hitam pembunuhan Ditje.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"