KONTEKS.CO.ID – BMKG menyatakan bahwa gempa susulan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, makin melandai setelah gempa 5,6 magnitudo mengguncang wilayah itu dan menyebabkan ratusan korban meninggal dunia.
Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, intensitas gempa susulan di Kabupaten Cianjur sudah melandai dalam waktu empat hari kedepan sejak 22 November yang lalu.
Berdasarkan data, sampai 23 November 2022 pada pukul 08.00 WIB, jumlah gempa susulan tercatat sebanyak 162 gempa. Magnitudo terbesar 4,2 dan terkecil magnitudo 1,2.
“Gempa-gempa susulan itu sebagian besar tidak dirasakan, dan yang bisa mencatat adalah alat, dan ada beberapa yang dapat dirasakan. InsyaAllah, dalam kurun waku empat hari kedepan, gempa-gempa susulan tersebut sudah reda dan stabil,” ujar Dwikorita di Cianjur, Rabu, 23 November 2022.
Ditambahkan Dwikorita, karena sudah memasuki puncak musim penghujan, BMKG meminta pemerintah daerah setempat dan masyarakat untuk waspada ancaman bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bandang.
Banjir bandang akan membawa material-material reruntuhan lereng akibat gempa M5.6. Saat ini curah hujan sedang meningkat menuju puncaknya di bulan Desember hingga Januari. Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya bencana ikutan usai gempa kemarin.
“Material lereng yang runtuh seperti tanah, batu, pohon, kerikil, dan lainnya harus dibersihkan agar tidak terbawa air dan menjadi banjir bandang. Hal ini pernah terjadi saat gempa Palu dan Pasaman Barat,” ujarnya.
Dwikorita juga mengimbau saat proses rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan semestinya menggunakan struktur bangunan tahan gempa.
Menurutnya, banyaknya korban meninggal dan signifikannya kerusakan yang terjadi pada saat gempa tektonik bermagnitudo 5,6 selain akibat gempa dangkal juga akibat struktur bangunan di wilayah terdampak tidak memenuhi standar tahan gempa.
Mayoritas bangunan yang terdampak karena dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa yang menggunakan besi tulangan dengan semen standar. Akibatnya, bangunan tersebut tidak mampu menahan guncangan gempa.
“Perlu dipahami, bahwa banyaknya korban jiwa dan luka-luka dalam gempabumi Cianjur bukan diakibatkan guncangan gempabumi, melainkan karena tertimpa bangunan yang tidak sesuai dengan struktur tahan gempabumi,” katanya.
Khusus untuk pemukiman warga di daerah lereng-lereng dan perbukitan, kata Dwiokorita, maka opsi relokasi harus dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
Mengingat berdasarkan analisa yang dilakukan BMKG, gempa di Cianjur merupakan gempa yang berulang setiap 20 tahunan dan kemungkinan dapat terjadi kembali.
Sementara, topografi di wilayah lereng dan perbukitan tersebut tidak stabil dengan kondisi tanah yang rapuh atau lunak akibat curah hujan yang cukup tinggi.
Dwikorita menyampaikan bahwa saat ini BMKG tengah melakukan survei untuk mengidentifikasi wilayah mana saja yang aman terhadap guncangan gempa.
BMKG juga akan memadukan data yang dimiliki dengan PVMBG terkait wilayah rawan gempa dan rawan longsor guna mendukung proses rehabilitasi dan rekonstruksi usai gempabumi.
Masyarakat yang ada di pengungsian maupun di rumah diimbau untuk tetap tenang. Jangan percaya dengan kabar, berita, maupun informasi yang tidak jelas asal muasalnya yang justru menambah kecemasan.
“Pastikan informasi resmi hanya dari BMKG melalui kanal-kanal komunikasi resmi. InsyaAllah, kondisi di Cianjur saat ini semakin stabil,” katanya.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"