KONTEKS.CO.ID – Revolusi pengolahan sawit di dalam negeri tengah dirancang Kementerian Perindustrian melalui pengenalan teknologi baru ekstraksi minyak sawit tanpa uap (Steamless Palm Oil Treatment). Teknik ini membuat emisi CO2 berkurang jauh. Demikian dikatakan Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika di Jakarta, Jumat 27 Januari.
“Revolusi pengolahan sawit dengan teknologi ini akan berdampak pada lokasi pabrik yang sudah tidak perlu lagi dekat dengan sungai. Jadi bisa berlokasi di perkebunan sehingga lebih efisien,” katanya.
“Tidak perlu bleaching, melainkan menggunakan teknologi pasteurisasi, sehingga nutrisi (betacarotene, provitamine A) masih tetap terjaga dan tidak perlu difortifikasi.”
Hal ini merupakan dukungan atas peningkatan daya saing produk hasil industri yang diekspor. Dorongan agar produk olahan industri dalam negeri dapat menembus pasar ekspor Uni Eropa terus dilakukan.
“Kami optimistis, posisi tawar Indonesia dengan Eropa harusnya sudah cukup bagus, termasuk yang telah dilakukan oleh industri pengolahan di sektor agro khususnya produk olahan sawit,” katanya.
Selain itu, produk turunan kakao dan kopi juga dapat memenuhi ketentuan di pasar Uni Eropa. “Produk olahan kakao 70%-nya kita ekspor dan sudah memiliki beragam sertifikasi internasional seperti sertifikasi bukan berasal dari lahan deforestasi, sertifikat fair trade, dan lain-lain,” sebutnya.
Sedangkan untuk produk kopi, saat ini sudah terdapat 39 indikasi geografis di Indonesia yang menjadi keunggulan tersendiri memasuki pasar Uni Eropa.
Nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa untuk produk industri agro pada tahun 2021 mencapai USD6,04 juta, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD4,5 juta.
Namun setelah disepakati EU Regulation on Deforestation-Free Supply oleh Komisi Eropa, Dewan Eropa dan Parlemen Eropa, pemerintah perlu melakukan antisipasi agar produk industri agro asal Indonesia bisa kompetitif.
Oleh karena itu, menurut Putu, kolaborasi antara produsen dan operator industri agar memenuhi persyaratan ekspor ke pasar Uni Eropa. “Diperlukan kesepakatan mengenai how to pay atau beban biaya terkait data work tersebut.”.
Saat melakukan pertemuan dengan Dirjen Industri agro, Duta Besar Indonesia untuk Belgia dan Luksemburg, Andri Hadi menjelaskan bahwa kebijakan EU Regulation on Deforestation-Free Supply tersebut adalah untuk meminimalisir konsumsi produk yang berasal dari supply chain yang berasal dari deforestasi ataupun degradasi lahan.
“Tidak bisa dihindari lagi bahwa Indonesia perlu membenahi sistem pengolahan di dalam negeri agar tetap mengadopsi sistem yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,” ujar Andri.
Ada tujuh komoditas yang terdampak EU Regulation on Deforestation-Free Supply Chain, yakni palm oil, beef, kedelai, kakao, kopi, kayu, dan karet serta turunannya.
Menurut kebijakan tersebut, produk komoditas yang tercakup dalam regulasi hanya boleh dimasukkan atau diekspor dari pasar Uni Eropa jika telah memenuhi tiga aspek, yaitu bebas deforestasi, diproduksi sesuai legislasi yang berlaku di negara produksi, serta dilengkapi dengan pernyataan uji tuntas (due diligence statement).
“Sejak tanggal 31 Desember 2020, hanya produk yang dihasilkan dari lahan bebas deforestasi ataupun degradasi lahan yang boleh masuk atau keluar dari Uni Eropa,” ungkap Andri.
Menurutnya, industri yang paling berdampak oleh kebijakan EU Regulation on Deforestation-Free Supply Chain adalah produk sawit mengingat minyak kelapa sawit merupakan produk unggulan Indonesia yang paling berkelanjutan dan tersertifikasi (ISPO, RSPO).
“Pemberlakuan kebijakan EU Regulation on Deforestation-Free Supply Chain ini pada dasarnya menambah beban administrasi bagi eksportir dalam melakukan kegiatan ekspor,” imbuhnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"