KONTEKS.CO.ID – APBN dinilai dapat mendorong pemulihan ekonomi nasional mengingat perannya sebagai shock absorber. Hal tersebut dinilai nyata karena jika melihat kinerja APBN 2022 defisit bertengger di angka 2,38 persen.
Dimana target defisit pada anggaran negara sebesar 4,5 persen. Serta pendapatan negara sebesar 115,9 persen dari target atau tumbuh 30,6 persen. Hal tersebut dikatakan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu 19 Januari, terkait kinerja APBN.
Sementara itu, Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai APBN belum mampu memulihkan ekonomi. Menurutnya, sebaran APBN harus merata jika pemerintah benar ingin memulihkan ekonomi nasional.
Menurutnya, ada kekurangan dengan pendapatan 2.463 triliun, namun belanja sebesar 3.061 triliun. “APBN tidak rasional, karena mereka tahu, susah mendapatkan dana segar untuk percepat pemulihan ekonomi,” terangnya.
Menurutnya, pemulihan ekonomi akan bisa terlaksana jika anggaran tidak terpusat di pusat, tetapi merata ke daerah. Pasalnya, struktur APBN dari segi pemerataan belanja 814.718,5 triliun dikirim ke daerah, sisanya 1.648.306,4 triliun dibelanjakan oleh pemerintah pusat.
Catatan redaksi, pada 2022 APBN Indonesia terselamatkan oleh booming harga komoditas seperti CPO dan batu bara. Ketergantungan pada sektor inilah yang membuat perekonomian Indonesia beresiko tinggi.
Terlebih pada 2023 IMF dan bank dunia telah mengeluarkan peringatan bahaya resesi global, yang mana jika terjadi akan mempengaruhi perekonomian nasional.
Menko Ekon Airlangga Hartarto meminta para kepala daerah mengoptimalisasi belanja pusat dan daerah untuk peningkatan penggunaan produksi dalam negeri (P3DN) yang menjadi faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi.
“Dan di tahun 2023 walaupun sepertiga ekonomi dunia mengalami persoalan atau krisis, Indonesia dikatakan masih cukup optimis dengan pertumbuhan, diharapkan bisa di kisaran 4,7-5,3 persen,” sebutnya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mendorong pemerintah untuk memiliki belanja yang efisien dan tepat sasaran.
“Seharusnya dikaitkan dengan target KPI setiap instansi misalnya tingkat kemiskinan 7 persen, tingkat pengangguran berkurang, penyerapan tenaga kerja 4 juta per tahun, dan seterusnya,” tutupnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"