KONTEKS.CO.ID – Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi harga minyak akan di perdagangkan menguat di rentang US78,90 per barel – US81,90 perbarel, pada Senin 16 Januari. faktor eksternal yang mempengaruhinya antara lain peningkatan permintaan dari importir minyak utama China.
“Selain itu, karena dolar AS turun ke level terendah dalam tujuh bulan. Hal ini yang membuat harga minyak menetap lebih dari satu dolar per barel lebih tinggi pada hari Jumat. Sehingga membukukan kenaikan mingguan terbesar sejak Oktober,” papar Ibrahim.
ia menuturkan iIndeks dolar AS merosot ke level terendah dalam lebih dari tujuh bulan, sehari setelah data menunjukkan inflasi turun pada Desember untuk pertama kalinya dalam 2,5 tahun, memberi harapan Federal Reserve akan memperlambat kenaikan suku bunga.
“Greenback yang lebih lemah cenderung meningkatkan permintaan minyak, membuatnya lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya,” jelas Ibrahim.
Sementara itu komisaris Orbi Trade Berjangka Vandy Cahyadi mengatakan pembelian minyak mentah China baru-baru ini dan peningkatan lalu lintas jalan di negara itu, telah memicu harapan akan pemulihan permintaan dan setelah pembukaan kembali perbatasannya dan pelonggaran pembatasan COVID-19.
“Hal berikutnya yang harus diperhatikan adalah jika ini diterjemahkan juga menjadi impor minyak mentah China yang lebih tinggi dan jika badan energi (IEA, OPEC) merevisi perkiraan permintaan (kuartal pertama) mereka,” kata Vandy.
Saat ini Organisasi Negara Pengekspor Minyak akan bertemu pada Februari untuk menilai kondisi pasar, dan ada beberapa kekhawatiran bahwa kelompok tersebut dapat memangkas produksi minyak lagi untuk mengangkat harga setelah penurunan baru-baru ini.
OPEC+ telah mengumumkan pengurangan produksi 2 juta barel per hari pada Oktober karena harga minyak global turun di bawah $90 per barel.
Dalam penutupan pasar Amerika, harga minyak dunia di level US79,91 perbarel. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"