KONTEKS.CO.ID – Pemerintah menargetkan dana investor kaya dunia untuk berinvestasi di Indonesia melalui family office.
Daya tarik yang paling menjual dari family office adalah pembebasan pajak bagi para investor yang menempatkan dananya.
Menyikapi hal itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan penilaian berbeda. Menurut Suharso, pemerintah tidak seharusnya terus-terusan mengandalkan insentif fiskal untuk menarik investasi.
“Saya berpendapat tidak selamanya kita harus memberikan insentif fiskal,” ujar Suharso di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 4 Juli 2024.
Suharso menggarisbawahi, Ia bukannya menentang upaya pemerintah untuk menarik investor. Hanya saja Ia tidak setuju bila caranyamelulu lewat pemberian insentif fiskal seperti pembebasan pajak.
Karena sebagai korban pemberian insentif fiskal, pemerintah justru perlu meningkatkan pendapatan lewat kenaikan tax ratio. Pembebasan pajak menjadi berlawanan dengan semangat tersebut.
“Saya kasihan bang sama Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani). Beliau didorong untuk mendorong tax ratio-nya,” kata Suharso.
Oleh karenanya, Suharso merekomendasikan agar investor family office mendapatkan insentif dalam bentuk lain. Salah satunya seperti, pemberian insentif dalam bentuk pembangunan infrastruktur pendukung terkait kebutuhan investasi.
“Menurut saya itu lebih bagus memberikan hal yang seperti itu ketimbang insentif fiskal,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan cara kerja family office di Indonesia. Caranya, orang kaya raya di dunia mendapat kemudahan menyimpan dana di Indonesia. Namun, pemilik dana harus melakukan investasi di beberapa proyek di Indonesia.
“Mereka (orang superkaya dunia) tidak kena pajak tapi harus investasi, dan (dari) investasi nanti akan kita pajaki,” kata Luhut melalui akun resmi Instagram-nya @luhut.pandjaitan, Senin 1 Juli 2024 lalu.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"