KONTEKS.CO.ID – Relaksasi impor yang Menko Perekonomian Airlangga Hartarto lakukan melalui penerbitan Permendag No 8/2024 mendapat apresiasi dari sejumlah Kamar Dagang Asing.
Kebijakan ini menggantikan Permendag No 36/2023 dan teranggap mampu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kondusif. Sekaligus menunjukkan komitmen Indonesia dalam memfasilitasi perdagangan internasional.
Namun, kebijakan ini juga menuai kritik dari kalangan pelaku industri dan akademisi.
Fahmi Wibawa, Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, mengatakan, Permendag No 8/2024 seolah menggelar karpet merah untuk masuknya produk impor barang jadi ke Indonesia. “Industri dalam negeri akan semakin tersungkur. Karena membanjirnya produk jadi di pasar domestik,” ungkap Fahmi mengutip Selasa 25 Juni 2024.
Relaksasi Impor Berdampak Negatif bagi Industri Dalam Negeri
Fahmi menambahkan, enam dari tujuh substansi utama dalam Permendag No 8/2024 secara eksplisit menyiratkan relaksasi impor. Menurutnya, hal ini akan meningkatkan nilai impor dan memberikan dampak buruk terhadap nilai tukar rupiah yang terus merosot.
“Efek domino dari kebijakan ini sangat berbahaya,” tegasnya.
Menurut Fahmi, pemerintah perlu segera mengerem relaksasi impor ini agar tidak merugikan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dia mengusulkan agar Permendag No. 8/2024 direvisi dengan melibatkan asosiasi industri dan kamar dagang untuk mengetahui aspirasi dari kedua belah pihak.
Apresiasi dari Kamar Dagang Asing
Di sisi lain, perwakilan kamar dagang asing dalam surat apresiasinya menyatakan bahwa aturan relaksasi impor ini akan mendorong terciptanya lingkungan bisnis lebih kondusif.
Mereka menegaskan bahwa kebijakan ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam memfasilitasi perdagangan internasional.
Perlindungan Industri Domestik
Fahmi mengingatkan bahwa negara anggota World Trade Organization (WTO) dapat mengambil tindakan pengamanan untuk melindungi industri domestik dari dampak negatif perdagangan bebas.
“Impor tetap terbutuhkan jika bahan baku atau produk tersebut memiliki permintaan tinggi namun belum mampu terproduksi di dalam negeri,” jelasnya.
Menurutnya, dukungan terhadap perdagangan internasional harus terlakukan dengan bijak, tanpa merugikan industri dalam negeri.
Permintaan Relaksasi Lebih Lanjut
Fahmi juga menyoroti permintaan kamar dagang asing agar pemerintah Indonesia merelaksasi izin impor lebih luas lagi dari yang sudah dilakukan melalui Permendag No. 8/2024.
Dia menegaskan bahwa perluasan relaksasi impor akan mengganggu industri tekstil dan barang logam dalam negeri yang sudah memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB.
“Akan banyak pelaku industri yang gulung tikar, dengan konsekuensi pengangguran akan semakin besar,” katanya.
Selain itu, permintaan terhadap USD yang semakin tinggi akan memperlemah nilai tukar rupiah. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"