KONTEKS.CO.ID – Sekali lagi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah, mencapai Rp16.200. Hal ini kembali menimbulkan kekhawatiran bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi menyatakan kekhawatirannya, pelemahan mata uang rupiah dapat menjadi pemicu kenaikan harga komoditas. Ia juga mengingatkan untuk berhati-hati dalam menanggapinya.
“Kurs (rupiah), kemarin kita agak ngeri juga melompat di atas Rp 16 ribu, Rp 16.200, kita sudah mulai ketar-ketir karena negara lain juga melompat lebih dari itu,” ujar Jokowi dalam acara Pelantikan GP Ansor di Istora Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Senin 27 Mei 2024.
Lalu, apa yang menjadi penyebab penurunan rupiah kali ini?
Menurut Ibrahim Assuaibi, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, pelemahan rupiah banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal, termasuk serangan Israel yang membabi buta di Rafah, selatan Jalur Gaza.
Ibrahim mencatat tindakan Israel terus mendapatkan dukungan dari AS melalui pengiriman senjata, yang berkontribusi pada konflik yang terus berlangsung.
Meskipun mendapat kecaman internasional, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana untuk terus melanjutkan serangan hingga akhir tahun 2024.
Konflik ini telah menciptakan ketidakpastian global, yang mengakibatkan arus mata uang asing kembali ke AS, yang pada akhirnya menguatkan dolar AS.
“Konflik timur tengah pasca Israel melakukan penyerangan di Rafah ini mendapatkan kecaman-kecaman cukup luar biasa. Apalagi pengadilan internasional sudah memberikan satu ultimatum terhadap Israel agar tidak menyerang Rafah, tapi kenyataannya sampai saat ini Israel masih terus melakukan penyerangan dan didukung oleh Amerika. Ini yang sebenarnya membuat dolar semakin menguat lebih lama,” jelas Ibrahim pada hari Rabu 30 Mei 2024.
Di sisi lain, bank sentral di Eropa berencana untuk mempertahankan suku bunga mereka. Hal ini menunjukkan antisipasi mereka, Federal Reserve AS tidak akan menurunkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.
“Bank sentral Eropa akan mempertahankan suku bunga berarti tahu Bank Sentral AS tidak menurunkan suku bunga. Ini yang membuat dolar terus mengalami penguatan sehingga berdampak negatif terhadap mata uang rupiah dari segi eksternal,” tambahnya.
Menyuarakan pendapat yang serupa dengan Ibrahim, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan kekuatan dolar terdorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS.
Hal ini menandakan bank sentral AS terprediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya.
“Konflik yang kembali memanas di Timur Tengah juga mendorong penguatan dollar AS. Serangan ke kapal komersial di Laut Merah karena konflik Israel-Hamas bisa menyebabkan gangguan suplai yang bisa mendorong kenaikan inflasi lagi,” jelas Tjendra.
Tjendra juga menjelaskan, tekanan pada rupiah akan terus berlanjut jika pasar melihat Federal Reserve membuka peluang untuk menaikkan suku bunga acuannya. Selain itu, jika konflik di Timur Tengah terus berlanjut, hal ini akan semakin memperkuat dolar AS.
Oleh karena itu, pergerakan rupiah terhadap dolar saat ini sangat bergantung pada harapan pasar mengenai pemangkasan suku bunga acuan Federal Reserve AS, dengan merujuk pada data inflasi AS.
Selain itu, jika konflik di Timur Tengah saat ini mendorong inflasi global naik, dolar dapat semakin menguat.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"