KONTEKS.CO.ID – Pada Kamis, 16 Mei 2024, nilai tukar rupiah mengalami penguatan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yang tercatat turun ke angka Rp15.900 per dolar AS.
Penguatan nilai tukar rupiah ini terjadi setelah rilis data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan, memicu harapan adanya pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.
Menurut laporan dari Refinitiv, rupiah menguat sebesar 0,78% menjadi Rp15.900 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar (DXY) turun sebesar 0,06% menjadi 104,22 pada pukul 09.03 WIB.
Penurunan dolar AS ini sejalan dengan data inflasi konsumen AS yang menunjukkan perlambatan.
Pada April 2024, inflasi harga konsumen AS tercatat sebesar 3,4% secara tahunan (year-on-year/yoy), sesuai dengan perkiraan konsensus Trading Economics.
Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan Maret yang mencapai 3,5%.
Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi tercatat sebesar 0,3%, lebih rendah dari perkiraan konsensus sebesar 0,4% dan juga lebih rendah dari inflasi bulan Maret yang mencapai 0,4%.
Inflasi inti AS, yang tidak termasuk harga energi dan pangan, juga menunjukkan penurunan. Pada April 2024, inflasi inti tercatat sebesar 3,6% yoy, turun dari 3,8% pada Maret 2024. Secara bulanan, inflasi inti turun menjadi 0,3% dari 0,4% pada bulan sebelumnya.
Data penjualan ritel AS pada April 2024 juga menunjukkan stagnasi, tidak mengalami perubahan (0%) secara bulanan, jauh lebih rendah dari perkiraan konsensus yang memprediksi kenaikan sebesar 0,4%.
Angka ini juga menurun dibandingkan dengan kenaikan 0,6% yang tercatat pada Maret 2024.
Data ekonomi AS yang menunjukkan perlambatan inflasi dan stagnasi penjualan ritel memberikan indikasi kuat bahwa Federal Reserve mungkin akan mempertimbangkan pemangkasan suku bunga.
Dengan inflasi yang melandai dan penjualan ritel yang stagnan, terdapat tanda-tanda perlambatan dalam permintaan domestik, sejalan dengan tujuan Federal Reserve untuk mencapai “soft-landing” bagi ekonomi AS.
Pasar keuangan merespons positif terhadap data ini, dengan probabilitas pemangkasan suku bunga pada bulan September semakin meningkat.
Selain itu, pelaku pasar perlu memperhatikan data penting AS lainnya yang dirilis hari ini, yaitu klaim pengangguran dan produksi industri.
Jika data ini juga menunjukkan perlambatan, maka peluang pemangkasan suku bunga akan semakin kuat.
Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar USD3,56 miliar pada April 2024, melampaui konsensus.
Ini merupakan surplus transaksi berjalan ke-48 berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus perdagangan ini terdorong oleh nilai ekspor yang mencapai USD19,62 miliar, lebih tinggi daripada impor yang tercatat sebesar USD16,06 miliar.
Kinerja ekspor yang kuat ini memberikan angin segar bagi pasar keuangan domestik, semakin mendukung penguatan rupiah.
Secara keseluruhan, kombinasi dari perlambatan inflasi AS, stagnasi penjualan ritel, dan surplus perdagangan Indonesia memberikan dorongan signifikan terhadap nilai tukar rupiah, menjadikannya salah satu mata uang yang mengalami penguatan di tengah ketidakpastian ekonomi global.***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"