KONTEKS.CO.ID – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) segera menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pelunasan utang Rp344 miliar.
Angka tersebut terkait dengan program satu harga minyak goreng (rafaksi) 2022.
Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey pada Kamis, 18 Januari 2024 mengatakan, pihaknya akan segera menuliskan surat terbuka terkait masalah tersebut.
Roy menjelaskan, surat terbuka ini merupakan yang ke-4. Sejak surat pertama sampai ke-3, pemerintah tak segera memberikan respons.
“Kami menghargai kesibukan dan waktu yg belum tersedia. Tetapi sebagai keprihatinan dan kegalauan, kami menilai sekarang terjadi ketidakadilan,” katanya konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Surat keempat ini akan berisi permintaan audiensi agar mendapatkan arahan langsung untuk penyelesaian utang rafaksi.
Dia berharap ada jalan keluar keluar untuk menyelesaikan kewajiban pemerintah.
Roy menjelaskan, utang ini sudah mangkrak hingga dua tahun. Aprindo telah melakukan berbagai upaya termasuk mengadukan masalah ini ke berbagai instansi pemerintah.
Menurut Roy, Kemenkopolhukam juga sudah mensyaratkan untuk segera mengkomunikasi masalah ini dengan Kemenko Perekonomian.
“Itu bulan Agustus 2023, di dalam surat yang ditandatangani Deputi I itu menyatakan untuk segera Kementerian Perdagangan dengan Kemenko Perekonomian,” katanya.
Selain ke pemerintah, Aprindo juga telah mengadukan masalah ini ke DPR, Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) hingga Ombudsman RI.
“Semuanya juga menyatakan pemerintah harus baar, itu hak peritel, kewajiban harus dipenuhi,” tegasnya.
Asal Mula Utang Rp344 Miliar
Utang pemerintah kepada pengusaha terkait program rafaksi telah mendeg selama dua tahun.
Saat itu, semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp14.000 per liter.
Padahal, harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp17.000-Rp20.000 per liter.
Pemerintah nantinya yang akan membayar selisih harga atau rafaksi itu memalui Permendag 3.
Sayangnya, masalah muncul ketika Permendag 3 berganti dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Padahal, seharusnya penerintah harus tetap membayar utangnya kepada pengusaha.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"