KONTEKS.CO.ID – Michel Ayoub bangun jam 2 pagi setiap hari selama bulan Ramadhan. Kemudian, dengan rebana di tangan, dia berkeliling kampung membangunkan tetangganya yang Muslim untuk sahur.
Kegiatan ini dilakukan Michel Ayoub sebagai “mesaharati” kota, yakni peran tradisional selama bulan puasa. Menariknya, dia bukan Islam, melainkan beragama Kristen.
Pria Arab Israel berusia 39 tahun itu tidak melihat kontradiksi dengan apa yang dilakukannya ini. Begitu pula penduduk Muslim di kota kuno, Acre, yang berada di Israel barat laut. Kota tua yang menghadap ke Laut Mediterania.
“Kami adalah keluarga yang sama,” kata Ayoub, yang mengenakan pakaian tradisional Levantine saat melintasi gang-gang sempit.
Tak lupa dia mengenakan sebuah keffiyeh yang disampirkan di bahu, celana sirwal longgar yang diikatkan di pinggangnya dengan ikat pinggang bersulam, dan sorban hitam-putih yang diikatkan di sekeliling kepalanya.
“Hanya ada satu Tuhan dan tidak ada perbedaan antara Kristen dan Muslim,” katanya membangunkan kaum Muslimin, dikutip Times of Israel, Senin, 27 Maret 2023.
Suaranya berkumandang saat dia bernyanyi, menembus kesunyian jalan-jalan kosong yang dihiasi dengan lampu warna-warni tradisional untuk merayakan Ramadhan.
“Kamu, yang sedang tidur, hanya ada satu Tuhan yang kekal,” katanya berdendang.
Tak lama, rumah-rumah mulai menyalakan lampu satu per satu. Beberapa menjulurkan kepala ke luar jendela untuk menyambutnya dan mengatakan kepadanya, bahwa mereka telah mendengar seruan sahur, bersantap sebelum fajar untuk memulai puasa.
Populasi Acre lebih dari 50.000 orang, termasuk Yahudi, Muslim, Kristen, dan Baha’i. Kota ini terus dihuni sejak periode Fenisia, yang dimulai sekitar 1500 SM.
Daerah ini adalah pelabuhan utama Kerajaan Tentara Salib abad pertengahan Yerusalem dan kota bertembok Ottoman utama.
Napoleon mencoba menaklukkan kota yang dijaga ketat pada tahun 1799 tetapi berhasil dipukul mundur oleh Ottoman dan pasukan kecil Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
Kota tua bertembok, lengkap dengan benteng, masjid, dan pemandian yang terpelihara dengan baik, terdaftar oleh UNESCO sebagai situs Warisan Dunia.
Hari ini, Kota Acre adalah bagian dari Israel. Sekitar 28% dari populasinya adalah orang Arab Israel – orang Palestina dan keturunannya yang tersisa setelah pembentukan Israel tahun 1948.
Sebagian besar orang Arab di kota itu adalah Muslim, tetapi minoritas, seperti Ayoub, adalah orang Kristen.
Tradisi mesaharati sempat hilang dari Acre hingga Ayoub, yang bekerja di bidang konstruksi, menghidupkannya kembali 13 tahun lalu. Dia mengatakan, itu adalah caranya untuk melestarikan warisan kakeknya.
Dia mengatakan kakeknya, seorang Katolik yang taat, mendengarkan bacaan Alquran setiap hari Jumat. Sebagian karena alasan itu, Ayoub dibesarkan dengan gagasan hidup berdampingan, saling menghormati, dan pengetahuan tentang agama lain.
Dengan menjalankan tradisi mesaharati, dia mengatakan, “Hanya melakukan tugas saya dengan membantu saudara-saudara Muslim kita yang menahan lapar dan haus selama bulan puasa.”
Sabra Aker, 19, mengatakan, dirinya tumbuh dengan panggilan bangun sahur oleh Michel Ayoub selama Ramadhan. “Jika suatu hari dia tidak datang, kita akan tersesat (telat bangun sahur),” katanya melalui jendela rumahnya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"