KONTEKS.CO.ID – Taliban larang perempuan sekolah. Pengumuman Kementerian pendidikan tinggi pemerintahan Taliban Afganistan, Selasa 20 Desember menangguhkan akses ke universitas oleh siswa perempuan sampai pemberitahuan lebih lanjut. Hal ini menuai kecaman dunia.
Menteri pendidikan Habibullah Agha mengeluarkan instruksi ini berdasarkan keputusan kabinet yang disetujui pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada. Kekuatiran bahwa Taliban larang perempuan sekolah akhirnya menjadi kenyataan.
Institusi pendidikan tinggi telah memisahkan ruang kelas berdasarkan gender dan memastikan bahwa hanya wanita atau pria tua yang mengajar siswa wanita setelah Taliban merebut kembali kekuasaan pada Agustus 2021. Wanita juga dilarang belajar pertanian, teknik, ekonomi, dan ilmu kedokteran hewan, menurut beberapa laporan sebagaimana diberitakan RT dan Reuters.
Pengumuman oleh pemerintahan Taliban yang belum diakui secara internasional, muncul saat Dewan Keamanan PBB bertemu di New York untuk mengenai Afghanistan.
Taliban melancarkan pemberontakan setelah mereka digulingkan dari kekuasaan oleh invasi AS pada Oktober 2001. Mereka merebut kembali Kabul pada Agustus 2021, ketika pemerintah Afghanistan yang didukung Washington runtuh sebelum pasukan AS terakhir meninggalkan negara itu.
“Taliban tidak bisa berharap untuk menjadi anggota yang sah dari masyarakat internasional sampai mereka menghormati hak-hak semua warga Afghanistan, terutama hak asasi manusia dan kebebasan dasar perempuan dan anak perempuan,” kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood kepada dewan, menggambarkan langkah itu sebagai “sama sekali tidak dapat dipertahankan.”
Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward mengatakan penangguhan itu adalah “pengurangan hak-hak perempuan yang mengerikan dan kekecewaan yang mendalam dan mendalam bagi setiap siswa perempuan.”
“Ini juga merupakan langkah lain Taliban menjauh dari Afghanistan yang mandiri dan makmur,” katanya kepada dewan keamanan PBB.
Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan langkah pada hari Selasa 20 Desember itu “jelas melanggar janji lain dari Taliban.”
Utusan khusus PBB untuk Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan itu “menghancurkan”.
Keputusan itu diambil bersamaan dengan banyaknya mahasiswi yang sedang mengikuti ujian akhir semester. Seorang ibu dari seorang mahasiswa, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan putrinya meneleponnya sambil menangis ketika mendengar surat itu, takut dia tidak bisa lagi melanjutkan studi kedokterannya di Kabul.
“Rasa sakit yang tidak hanya saya .. dan ibu (lainnya) miliki di hati kami, tidak dapat dijelaskan. Kami semua merasakan sakit ini, mereka khawatir akan masa depan anak-anaknya,” katanya. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"