KONTEKS.CO.ID – Hakim Belanda telah memerintahkan seorang pria yang terduga menjadi ayah dari lebih dari 550 anak melalui donor sperma untuk berhenti mendonor.
Peristiwa ini menjadi skandal kesuburan terbaru yang mengejutkan Negeri Kincir Angin, Belanda.
Pria tersebut, yang teridentifikasi di media Belanda hanya sebagai Jonathan M, 41, dibawa ke pengadilan oleh sebuah yayasan yang melindungi hak-hak anak-anak donor dan oleh ibu dari salah satu anak yang terduga ayah dari biologisnya.
Pedoman klinis Belanda menyatakan, seorang donor tidak boleh menjadi ayah dari lebih dari 25 anak dalam 12 keluarga. Namun hakim mengatakan pria tersebut telah membantu menghasilkan antara 550 dan 600 anak sejak ia mulai menyumbangkan spermanya pada tahun 2007.
“Oleh karena itu pengadilan melarang terdakwa mendonorkan air maninya kepada calon orang tua baru setelah putusan ini dikeluarkan,” kata Hakim Thera Hesselink, mengutip The Guardian, Senin 6 Mei 2024.
Jonathan M juga tidak boleh menghubungi calon orang tua mana pun dengan harapan agar dia bersedia mendonorkan air maninya.
“Atau mengiklankan jasanya kepada calon orang tua atau bergabung dengan organisasi mana pun yang menjalin kontak antarcalon orang tua,” kata Hesselink dalam keputusan tertulis.
Jika dia melanjutkan donasinya, dia akan menghadapi denda Rp1,7 miliar untuk setiap pelanggaran. “Serta denda tambahan,” perintah Hakim.
Donor Sperma Menyebar ke Negara Lain
Ibu dari salah satu anak yang terlibat dalam kasus donasi sperma ugal-ugalan, teridentifikasi hanya sebagai “Eva”, mengatakan, ia bersyukur pengadilan telah menghentikan laki-laki tersebut dari sumbangan massal yang telah menyebar seperti api ke negara lain.
“Saya meminta donor untuk menghormati kepentingan kami dan menerima keputusan tersebut. Karena anak-anak kami berhak sendiri,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Lebih dari 100 anak Jonathan M terlahirkan di klinik-klinik Belanda dan klinik-klinik swasta lainnya. Pelaku juga menyumbang ke sebuah klinik di Denmark –yang tersebut Cryos dalam surat-surat pengadilan– yang kemudian mengirimkan air maninya ke alamat-alamat pribadi di berbagai negara.
“Pendonor dengan sengaja memberikan informasi yang salah kepada calon orang tua tentang jumlah anak yang telah ia lahirkan di masa lalu,” kata Pengadilan Negeri di Den Haag.
“Semua orang tua ini kini terhadapkan pada kenyataan bahwa anak-anak dalam keluarga mereka adalah bagian dari jaringan kekerabatan yang sangat besar. Dengan ratusan saudara tiri, yang tidak mereka pilih,” paparnya.
Pengadilan menganggap “cukup masuk akal” bahwa hal ini mempunyai atau dapat menimbulkan konsekuensi psikososial negatif bagi anak-anak.
Ini termasuk masalah psikologis seputar identitas dan ketakutan akan inses. “Intinya adalah jaringan kekerabatan dengan ratusan saudara tiri laki-laki dan perempuan tiri ini. Jaringan ini terlalu besar,” kata Juru Bicara Pengadilan Den Haag, Gert-Mark Smelt kepada AFP.
Skandal Air Mani di Belanda
Mark de Hek, salah satu pengacara dalam kasus ini, mengatakan, “Ini adalah pertama kalinya hakim memutuskan kasus seperti ini. Dan sangat menggembirakan melihat perilaku ini segera tertangani.”
Kasus ini merupakan yang terbaru dari serangkaian skandal kesuburan yang melanda Belanda.
Pada tahun 2020, seorang ginekolog yang meninggal tertuduh menjadi ayah dari setidaknya 17 anak dari seorang wanita. Wanita ini percaya bahwa mereka menerima sperma dari donor yang tidak tersebutkan namanya.
Tahun sebelumnya, terungkap bahwa seorang dokter di Rotterdam telah menjadi ayah dari setidaknya 49 anak. Ini terjadi saat ia melakukan inseminasi terhadap wanita yang mencari perawatan kesuburan. ***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"