KONTEKS.CO.ID – Banjir dan tanah longsor melanda Kenya. Sejak Maret hingga saat ini, jumlah korban tewas sudah tembus 181 orang.
Pemerintah dan Palang Merah pada Rabu, 1 Mei 2024 melaporkan, ratusan ribu orang telah meninggalkan rumah mereka.
Situasi ini semakin memburuk dengan puluhan korban lainnya tewas di negara tetangga Tanzania dan Burundi.
Hujan deras dan banjir telah merusak rumah, jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya di seluruh wilayah tersebut.
Jumlah korban tewas di Kenya melebihi korban banjir akibat fenomena cuaca El Nino pada akhir tahun lalu.
Kota Mai Mahiu kini menjadi pusat perhatian setelah 48 orang tewas akibat banjir bandang pada Senin, 29 April 2024 lalu.
Hingga saat ini, upaya pencarian dan penyelamatan terus berlangsung.
Petugas menemukan dua jenazah pada hari Rabu. Personel militer beserta anjing pelacak bergabung dalam pencarian korban.
Menurut Manajer Palang Merah Kenya Regional South Rift, Felix Maiyo, proses pencarian ini masih berlanjut.
Hujan tahun lalu terjadi setelah kekeringan terburuk di sebagian besar Afrika Timur dalam beberapa dekade terakhir.
Hal itu menunjukkan betapa ekstremnya perubahan cuaca yang mempengaruhi kawasan tersebut.
Di Kitengela, pekerja Palang Merah Kenya menyelamatkan warga yang rumahnya terhantam banjir.
Sementara di Narok, upaya penyelamatan juga petugas lakukan setelah wisatawan terjebak di kamp.
Pihak berwenang jalan raya nasional Kenya telah menutup beberapa jalan menuju kota tersebut dan jalan lainnya di seluruh negeri karena banjir dan puing-puing.
Bencana ini mendapat perhatian internasional, termasuk dari Paus Fransiskus yang menyampaikan simpatinya kepada warga Kenya dalam audiensi umum di Vatikan pada hari Rabu.
“Saya ingin mengungkapkan kepada masyarakat Kenya kedekatan spiritual saya saat ini karena banjir besar telah secara tragis merenggut nyawa banyak saudara dan saudari kita, melukai orang lain dan menyebabkan kehancuran yang luas,” ucapnya.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di "Google News"