KONTEKS.CO.ID – Jepang saat ini menghadapi tantangan serius dalam hal demografi. Untuk itu Negeri Sakura ini akan merekrut tenaga kerja asing (TKA).
Menukil thejapantimes.co.jp pada 18 September 2023, Kementerian Dalam Negeri Jepang baru-baru ini merilis data statistik mengungkapkan fakta mengkhawatirkan. Sebabnya, satu dari sepuluh orang di negara tersebut berusia 80 tahun atau lebih.
Pengumuman data tersebut sebelum Hari Penghormatan Lanjut Usia yang menyajikan gambaran tentang perkembangan populasi Jepang yang cepat menua.
Menurut data otoritas kementerian setempat, jumlah orang yang berusia 65 tahun atau lebih di Jepang pada tahun 2023 turun sekitar 10.000 dari tahun sebelumnya, menjadi 36,2 juta orang.
Ini adalah penurunan pertama sejak catatan demografi pertama kali tersedia pada tahun 1950. Dari jumlah itu, 15,7 juta adalah laki-laki dan 20,5 juta adalah perempuan. Perbedaan ini terkait dengan harapan hidup rata-rata yang lebih tinggi pada wanita.
Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah peningkatan jumlah penduduk berusia 80 tahun ke atas.
Pada tahun yang sama, jumlah ini meningkat sebesar 270.000 orang berbanding tahun sebelumnya, mencapai 12,5 juta jiwa atau lebih dari 10 persen dari populasi total Jepang yang mencapai sekitar 124,6 juta jiwa.
Fenomena ini menunjukkan bahwa Jepang semakin menjadi negara dengan proporsi lansia tertinggi di dunia.
Hal yang menarik adalah bahwa sebagian besar dari mereka yang berusia 80 tahun ke atas tetap aktif dalam dunia kerja.
Pada tahun 2022, jumlah lansia yang masih bekerja mencapai 9,1 juta, meningkat selama 19 tahun berturut-turut. Dengan angka 25,2 persen, Jepang memiliki rasio lansia yang bekerja tertinggi di antara negara-negara besar lainnya.
Kekurangan Tenaga Kerja
Pertanyaan yang muncul adalah apa yang mendorong lansia Jepang untuk tetap bekerja. Salah satu alasan utamanya adalah kekurangan tenaga kerja yang terus berlangsung di negara ini.
Untuk mengatasi kebutuhan industri dan layanan yang terus berkembang, pemerintah Jepang telah terus mencari solusi, termasuk meningkatkan partisipasi lansia dalam pasar kerja.
Namun, ada juga dampak negatif dari perubahan ini. Pengeluaran jaminan sosial yang melonjak telah meningkatkan utang negara, dan kekurangan tenaga kerja, terutama di bidang pengasuhan lansia, menimbulkan masalah serius.
Hal ini merupakan tantangan nyata bagi pemerintah Jepang, yang harus merespons kebutuhan mendesak warganya yang semakin tua dan memerlukan dukungan pribadi.
Pada tahun sebelumnya, jumlah bayi yang lahir turun menjadi kurang dari 800.000 untuk kali pertamanya sejak catatan dimulai pada abad ke-19.
Upaya untuk meningkatkan angka kelahiran di Jepang belum berhasil sepenuhnya, sementara upaya untuk menerima jumlah besar tenaga kerja asing masih dianggap kontroversial.
Menukil laman Universitas Indonesia pada 13 September 2023, Jepang berencana mengalokasikan sekitar ¥1 triliun (setara dengan Rp104 triliun) untuk pelatihan pekerja dalam lima tahun mendatang sebagai salah satu solusi menghadapi tantangan kekurangan pekerja.
Hal ini berdasar pada penelitian lembaga pemikir independen Jepang Recruit Works Institute. Menurut proyeksi Jepang akan menghadapi kekurangan lebih dari 11 juta pekerja pada tahun 2040.
Populasi usia kerja menurut perkiraan akan mengalami penurunan signifikan sebesar 20 persen. Jumlah itu menyusut menjadi 59,8 juta pada tahun 2040.
Pasokan tenaga kerja di negara ini menurut perkiraan akan berkurang sekitar 12 persen pada tahun yang sama.
Dalam konteks ini, peluang bagi TKA untuk bekerja di Jepang semakin terbuka. Hal ini dapat menjadi daya tarik bagi generasi muda Indonesia yang tertarik bekerja di Jepang. Tentunya dengan mengikuti berbagai pelatihan yang tersedia di berbagai Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di berbagai wilayah.***
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"