KONTEKS.CO.ID – Baru-baru ini, layanan internet Starlink menjadi topik yang sedang hangat diperbincangkan di Indonesia.
Hal ini karena adanya sejumlah keunggulan dan terobosan baru yang jaringan satelit milik SpaceX ini tawarkan.
Selain itu, layanan internet juga memuat beberapa fakta menarik yang patut untuk anda simak. Apa saja sebenarnya fakta-fakta tersebut?
1. Pemilik Layanan Internet Starlink
Starlink adalah jaringan satelit yang Starlink Services, LLC, operasikan. Yakni anak perusahaan dari perusahaan dirgantara asal Amerika Serikat milik Elon Musk, SpaceX.
Tujuan dari jaringan satelit ini adalah untuk menyediakan layanan internet yang terjangkau di daerah-daerah terpencil.
2. Satelit
Starlink kini telah memiliki hampir 6.000 satelit yang berada di orbit. Lebih dari 5.200 di antaranya masih aktif dalam menyediakan internet kepada 2,7 juta pelanggannya di 75 negara.
Satelit-satelit tersebut berada pada ketinggian sekitar 350 mil (564 kilometer) di atas permukaan bumi. Karena terkategorikan sebagai jenis satelit low earth orbit (LEO).
Ketinggian ini 60 kali lebih dekat terbandingkan dengan satelit tradisional. Sehingga memungkinkan Starlink untuk menyediakan internet kecepatan tinggi dengan latensi rendah untuk berbagai kebutuhan.
3. Biaya Layanan Internet Starlink
Starlink menawarkan layanan internet dengan pilihan data yang lebih banyak dan kecepatan lebih tinggi daripada mayoritas pesaingnya. Meskipun harganya yang jauh lebih mahal.
Biaya awal untuk membeli perangkat keras sekitar USD599-2.500, tergantung pada paket yang dipilih.
Di Indonesia, biaya berlangganan Starlink mencapai Rp750.000 per bulan, di luar biaya pembelian perangkat keras seharga Rp7,8 juta.
4. Masa Pakai Internet Starlink
Masa pakai (lifespan) dari Satelit Starlink terperkirakan mencapai lima tahun. Selain itu, SpaceX pun tengah merencanakan untuk mengembangkan megakonstelasi yang akan terdiri dari hingga 42.000 satelit.
5. Latensi dari Starlink
Menurut laporan dari Space.com, latensi dari Starlink sebanding dengan layanan internet yang menggunakan kabel dan jenis koneksi terestrial lainnya.
Umumnya, latensi layanan internet milik Elon Musk ini berada pada kisaran angka 25-60 milisekon (ms) di daerah perkotaan dan daerah akses mudah, serta lebih dari 100 ms di daerah-daerah terpencil.
Pada bulan Maret yang lalu, Starlink sudah berhasil menurunkan latensi median tersebut lebih dari 30% pada jam sibuk, dari 48,5 ms menjadi 33 ms.
Sedangkan di luar Amerika Serikat, latensi median dapat terkurangi lebih hingga 25%.
6. Pendapatan
Menurut laporan, pada tahun 2022 Starlink berhasil mencatat pendapatan sebesar USD1,4 miliar atau sekitar Rp22,5 triliun, dengan sedikit keuntungan yang terlaporkan pada tahun 2023.
Pada 2024, perkiraan pendapatan Starlink diperkirakan mencapai USD6,6 miliar atau sekitar Rp105,6 triliun.
7. Potensi Dampak Layanan
Meskipun layanan Starlink dapat berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di daerah pelosok, para pengamat teknologi menekankan kehadirannya di Indonesia perlu mendapat pengawasan.
Hal ini dikarenakan layanannya memiliki potensi untuk menimbulkan masalah predatory pricing dan ancaman terhadap keamanan nasional.
Meskipun ada beberapa kekhawatiran terkait dengan layanan ini, fakta-fakta di atas menunjukkan Starlink memiliki potensi untuk memberikan solusi internet yang terjangkau. Serta kualitas yang baik, khususnya di daerah terpencil. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"