KONTEKS.CO.ID – Empat mahasiswa ITB (Institut Teknologi Bandung), berhasil meraih gelar juara di ajang International Intellectual Property, Invention, Innovation and Technology Exposition (IPITEx), Thailand Inventors Day 2024.
Berbekal tanaman benalu pohon kopi, empat mahasiswa ITB sukses menekuk ratusan tim dari puluhan negara. Mereka berhasil menggondol predikat Gold Medal, Special Award and Outstanding team by Malaysian Research & Innovation Society (MyRIS Malaysia).
Keempat mahasiswa berprestasi ini adalah Muhammad Zamroni (13321076), Angra Eni Saepa (15421064), Raissa Devi Amadea (10720014), dan Ayubella Anggraini Leksono (25623028).
Mereka meraih Gold Medal, Special Award and Outstanding team by Malaysian Research & Innovation Society (MyRIS Malaysia). Tim juga menjadi salah satu perwakilan Indonesia yang menyampaikan riset dan inovasi on Stage.
Kegiatan ini teradakan oleh National Research Council of Thailand (NRCT) di bawah Ministry of Higher Education, Science, Research and Innovation of Thailand pada Jumat-Rabu (2-6/2/2024) di BITEC, Bangkok, Thailand.
Mahasiswa ITB Singkiran Tim China, Jepang, Inggris, Singapura
Lomba IPITEx ini diikuti 608 tim dari 25 negara dengan 1-7 anggota untuk setiap timnya. Negara yang berpartisipasi di antaranya Kanada, China, Kroasia, Mesir, Hong Kong, India, Indonesia, Iran, Jepang, Laos, Makau.
Lalu Malaysia, Pakistan, Filipina, Polandia, Rumania, Rusia, Arab Saudi, Singapura, Korea Selatan, Sudan, Taiwan, Thailand, Inggris, dan Vietnam.
Tahapan lomba meliputi pendaftaran secara administrasi seperti abstrak dan proposal riset dan inovasi yang dikurasi panitia. Setelah ternyatakan lolos, setiap tim akan diinstruksikan membuat pematerian hasil riset, inovasi, poster, video pengantar. Lalu foto inovasi/produk/prototipe, narasi sinopsis, technical specification serta invention description and details.
Setelah melalui kurasi final, setiap tim berkesempatan menyampaikan hasil riset dan inovasinya melalui judging online di masing-masing negara. Ini untuk memperebutkan kesempatan presentasi di panggung utama.
Setelah di Thailand, hasil riset dan inovasi setiap tim akan dipamerkan dalam bentuk booth yang dinilai oleh tiga juri internasional. Terdapat beberapa penghargaan yang dapat terperoleh seperti medals award, special award, dan grand prize.
Bisa Jadi Obat COVID-19 dan HIV AIDS
Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) ITB, Angra Eni Saepa, menjelaskan bahwa riset-inovasi yang dibawakan tim ITB ini berasal dari problem sosial yang ingin mereka pecahkan.
“Ide yang kami bawakan berasal dari social problem yaitu urban health atau health issue dan food loss and waste yang mana fenomena tersebut merupakan salah satu dari permasalahan SDGs secara global. Urban health mengarah kepada penyakit imunitas manusia dan food loss and waste mengarah ke parasit komoditas kopi yang tidak dimanfaatkan secara tepat,” papar Angra Eni Saepa, melansir laman ITB, Jumat 1 Maret 2024.
Urban health yang ingin mereka atasi meliputi peningkatan prevalensi Long COVID-19 dan HIV-AIDS yang turut berdampak pada penurunan imunitas.
Berdasarkan penelusuran, penyakit-penyakit tersebut terus mengalami peningkatan khususnya di Indonesia dan Thailand.
Adapun permasalahan food loss and waste yang ingin terselesaikan terkait parasit tanaman kopi yang menjadi hama. Dan turut menurunkan produktivitas kopi yang merupakan salah satu komoditas utama di Indonesia.
Karena sifat parasitnya, sambung dia, benalu kopi sering terbuang begitu saja oleh petani kopi lokal. Meski demikian, menurut riset yang mereka lakukan, daun benalu kopi ini memiliki aktivitas antioksidan, antiviral, dan sitotoksik terhadap sel kanker.
Senyawa antioksidannya bahkan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan teh hijau yang memiliki nilai komersial tinggi.
Benalu Kopi Jadi Produk Minuman
Melihat potensi yang ada, para mahasiswa ITB itu menggagas sebuah inovasi yang dapat menyelesaikan kedua problem sosial tersebut. Inovasi yang terciptakan adalah sebuah produk minuman fungsional yang dapat meningkatkan imunitas tubuh.
Sekaligus mengurangi hama dan meningkatkan kesejahteraan petani kopi lokal di Indonesia. Uniknya, pemecahan masalah ini berasal dari kolaborasi antarjurusan di ITB.
Yakni, Perencanaan Wilayah dan Kota sebagai penganalisa problem sosial, Jurusan Sains dan Teknologi Farmasi sebagai pengujian produk. Serta Teknik Fisika yang mengemasnya dalam bisnis berbasis sains.
Keberhasilan mereka dalam mengembangkan produk tidak luput dari tantangan. Mulai dari R&D produk, sertifikasi dan uji lab produk, hingga beberapa hal terkait pendanaan.
Dari sisi riset dan pengembangan produk, seperti pengembangan produk pada umumnya, mereka harus menyesuaikan rasa, aroma, dan visual produk dengan keinginan market tanpa menghilangkan kandungan antioksidan pada bahan baku.
Untuk mengatasi hal tersebut, mereka mencoba untuk terus mengembangkan formulasi produk dengan menambahkan bahan aditif natural yang juga memiliki antioksidan tinggi (buah apel hijau, belimbing, bunga telang, peppermint, dan daun stevia).
Mereka pun terus melakukan uji organoleptik dan batas waktu simpan secara mandiri untuk mengoptimalkan produknya. Walaupun menghadapi kendala yang cukup banyak, tapi mereka bisa lalui dengan baik hingga dapat melanjutkan pengembangan produk ke arah legalitas, yaitu uji lab dan sertifikasi halal.
Tantangan Mahasiswa ITB
Di sisi lain, tidak hanya tantangan yang mereka dapat, namun juga banyak pengalaman dan pembelajaran. “Hard work pays off,” ungkap Muhammad Zamroni.
Dia bersyukur karena hasil yang didapatkan melampaui ekspektasinya, yaitu bisa meraih medali emas bahkan special award dari Malaysia.
Acara lomba juga memberi banyak wawasan karena bentuk lombanya exhibition sehingga bisa melihat dan belajar dari inovasi tim lain.
Baginya, konsistensi menyiapkan lomba itu penting karena persiapan lebih lama dari pada lombanya. Sebisa mungkin membuat target dan timeline sendiri, serta mengadakan pertemuan untuk membahas progress report agar tetap dalam track.
Sementara itu, Raissa Devi Amadea mengungkapkan, awalnya dia cukup takut karena produk mereka merupakan produk imunostimulan yang sebenarnya sudah banyak bermunculan di masyarakat. Terutama saat pandemi COVID-19.
Namun, lama-kelamaan dia mulai menyadari potensi dan kelebihan dari produknya. Dari perlombaan ini juga dia bisa lebih mengenali produknya, target market, juga potensi untuk ke depan.
“Melalui lomba ini, mereka bisa mengenal orang-orang baru, melihat penemuan-penemuan baru. Belajar banyak hal, melihat masalah-masalah baru yang belum pernah mereka temukan. Dan serta membangun ide-ide lain dengan melihat inovasi yang ada,” ucapnya.
Persiapan Produksi Produk
Lain halnya bagi Ayubella Anggraini Leksono. Ini menjadi lomba kedua baginya, namun masih tetap menjadi hal baru karena membawa produk inovasi yang berbeda.
Dari tim ini, dia banyak belajar terkait pentingnya persoalan sosial yang terangkat dalam sebuah inovasi. Adapun kesiapan profil tidak hanya dapat “termakan”.
Nnamun kesiapan sertifikasi seperti kehalalan, NIB, bahkan sampai perhitungan penjualan pun sangat penting. Ini menjadi poin plus dalam lomba inovasi khususnya inovasi produk yang terkomersialkan.
Terdapat tiga area yang masih menjadi PR dan perlu dikerjakan oleh mereka. Pertama, dari sisi legal dan administrasi, mereka ingin mendapatkan izin PIRT dan HAKI.
Kedua, dari sisi bisnis, mereka ingin melakukan market expansion. Ketiga, dari sisi produk, mereka berencana melakukan diversifikasi produk dengan mengembangkan jenis dan varian.
Mereka pun menyampaikan agar lebih banyak explore pain point atau masalah yang ada di sekitar untuk membuat solusi melalui produk.
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar yang membawa tim ini kepada ide yang mereka buat. Tak lupa untuk mencari teman yang sesuai dengan visi misi dalam menyelesaikan masalah atau ide yang ingin terkembangkan.
“Komposisi kelompok yang baik juga bergantung pada background anggota kelompoknya,” pungkasnya. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"