KONTEKS.CO.ID – GPT Store pada 10 Januari 2024 lalu resmi terbuka. Ini menyajikan akses luas bagi pengguna di seluruh dunia.
Namun, platform ini segera menghadapi masalah serius terkait munculnya sejumlah chatbot yang berperan sebagai pacar virtual AI. Ini memicu pertanyaan etika seputar kebijakan OpenAI.
Meskipun OpenAI belum memberikan penjelasan rinci tentang kebijakan yang membatasi “berdedikasi untuk membina persahabatan romantis atau melakukan aktivitas yang diatur,” beberapa chatbot di GPT Store tampaknya melanggar aturan tersebut.
Ini menjadi semakin kontroversial karena di Amerika Serikat minat terhadap penggunaan chatbot untuk aspek sosial. Termasuk pertemanan hingga berpacaran terus meningkat.
Riset terbaru pada 2023 menunjukkan publik AS memperlihatkan minat yang tinggi terhadap layanan chatbot untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.
Namun, kebutuhan ini tampaknya bertentangan dengan kebijakan OpenAI, yang menimbulkan dilema etika terkait penggunaan chatbot dalam konteks romantika.
Peraturan Kontroversial OpenAI: Chatbot Pacar Virtual
OpenAI belum memberikan penjelasan rinci tentang aturan yang mengatur chatbot berorientasi romantis di GPT Store.
Namun, beberapa chatbot di platform ini terlihat melanggar kebijakan tersebut dengan berperan sebagai pacar virtual AI.
Meskipun Amerika Serikat menunjukkan minat tinggi dalam penggunaan chatbot untuk aspek sosial, OpenAI berusaha mempertahankan integritas aturannya.
Ketidaksesuaian antara minat pengguna dan kebijakan platform membuka ruang diskusi luas tentang bagaimana teknologi AI seperti ChatGPT harus teratur dalam aspek-aspek yang bersifat pribadi dan romantika.
Sementara banyak melihat chatbot sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan sosial, OpenAI mungkin perlu lebih jelas dalam memberikan pedoman bagi pengembang dan pengguna tentang batasan yang diterapkan.
Peringatan Terkait Penggunaan ChatGPT
Dalam menghadapi tantangan ini, OpenAI memberikan peringatan kepada para pengguna GPT Store agar berhati-hati dengan informasi yang mungkin keliru dari layanan ChatGPT.
Meskipun platform ini menyediakan berbagai fitur menarik, termasuk kemampuan chatbot untuk berperan sebagai teman atau pacar virtual, pengguna terminta untuk tetap kritis terhadap informasi yang terberikan.
Peringatan ini menunjukkan bahwa meskipun GPT Store membuka peluang baru dalam interaksi manusia-AI, tetap ada risiko informasi yang tidak akurat. Atau rekomendasi yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan atau nilai-nilai pengguna.
Pengguna teringatkan untuk menggunakan layanan ini dengan kebijaksanaan, mempertimbangkan kemungkinan kesalahan. Terutama dalam konteks chatbot yang berfokus pada aspek romantika.
Tantangan dan Refleksi ke Depan
Tantangan etika yang dihadapi GPT Store, khususnya terkait chatbot berorientasi romantis, mengajukan pertanyaan tentang batasan dan regulasi dalam penerapan teknologi AI.
Sementara pengguna mengeksplorasi berbagai fitur yang platform tawarkan, pengembang dan OpenAI perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap nilai-nilai masyarakat dan norma sosial.
Melalui perdebatan ini, muncul kebutuhan untuk membahas lebih lanjut peran dan tanggung jawab dalam mengembangkan dan menggunakan teknologi AI.
Mungkin saatnya bagi OpenAI untuk merinci kebijakan mereka secara lebih jelas, memfasilitasi dialog terbuka dengan pengguna dan pengembang. Lalu secara proaktif mengatasi masalah etika yang muncul dalam perkembangan teknologi ini.
Dengan begitu, GPT Store dapat menjadi lingkungan yang lebih etis dan sesuai dengan harapan masyarakat. ***
Simak breaking news dan berita pilihan Konteks langsung dari ponselmu. Konteks.co.id WhatsApp Channel
Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"