Daerah

9 Kali Tolak Pengajuan Pendirian Gereja, YLBHI Minta Mendagri Tindak Pemkot Cilegon

JAJAK PENDAPAT

Siapa pilihan Capres 2024 kamu?

KONTEKS.CO.ID – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menemukan rekaman video Wali Kota Cilegon Heldy Agustian dan wakilnya Sanuji Pentamarta menandatangani penolakan pendirian Gereja Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon, pada Rabu (7/) lalu.

Atas hal itu, YLBHI mengecam keras tindakan diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia serta pengkhianatan terhadap konstitusi tersebut.

Menurut data YLBHI, tindakan diskriminatif yang dilakukan Pemerintah Kota Cilegon tersebut bukan yang pertama kali. Sebelumnya, Pemkot Cilegon telah menolak 4 kali pengajuan Izin Gereja HKBP Maranatha sejak tahun 2006 dan 5 kali menolak pengajuan izin Gereja Baptis Indonesia Cilegon sejak tahun 1995.

“Tindakan ini jelas-jelas bertentangan dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik yakni persamaan perlakuan/tidak diskriminatif sebagaimana diatur dalam Pasal 344 Ayat (2) point (g) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” jelas pengurus YLBHI dalam siaran persnya, Jumat (9/9).

BACA JUGA:   Tolak Pembangunan Gereja, Maarif Institute Sebut Walkot dan Wawalkot Cilegon Melanggar Konstitusi

YLBHI menyebut, tindakan pimpinan wilayah Kota Cilegon itu nyata bertentangan prinsip pemenuhan, perlindungan dan penghormatan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagaimana bunyi Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI yang secara tegas menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Serta Pasal 22 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang No 39 Tahun 19 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.

BACA JUGA:   Diiringi Takbir, Wali Kota Cilegon dan Wakilnya Tanda Tangani Petisi Tolak Pembangunan Gereja

“Dalam kerangka hukum di Indonesia sejatinya telah memberikan jaminan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama: tidak seorangpun dibenarkan mendapatkan tindakan intoleran dari pejabat negara. Namun, hal tersebut tidak diiringi dengan komitmen yang kuat dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menjamin rasa nyaman warga negara untuk beribadah,” jelasnya.

Menurut YLBHI, di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo isu toleransi menjadi salah satu agenda kampanye kebhinekaan, namun nampaknya melalui kasus ini hal tersebut telah gagal dalam tataran praktik.

“Kampanye kebhinekaan tanpa diiringi dengan komitmen kuat untuk memfasilitasi dan melindungi kelompok minoritas hanya akan menjadi gimmick politik,” jelasnya.

YLBHI pun mendesak agar Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon segera meminta maaf atas tindakan intoleran dan memfasilitasi pendirian rumah ibadah warga Kota Cilegon. Keduanya juga diminta segera memberikan izin permohonan pendirian rumah ibadah tersebut diatas dan memberikan perlindungan sepenuhnya.

BACA JUGA:   Ade Armando Bongkar Pemerasan Miliaran Rupiah Saat Mendirikan Gereja

“Menteri Dalam Negeri menegur dan memberikan sanksi kepada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon yang bertindak diskriminatif dalam pelayanan publik, serta menjamin tidak berulangnya tindakan serupa di wilayah lain,” lanjutnya.

Pihak YLBHI juga meminta Presiden Joko Widodo memenuhi sumpah dan janjinya untuk menegakkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sepenuhnya menjamin kemerdekaan tiap-tiap umat beragama untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan nya masing-masing, termasuk untuk mendirikan rumah ibadah.



Baca berita pilihan konteks.co.id lainnya di:
"Google News"

Author

Berita Lainnya

Muat lagi Loading...Tidak ada lagi